logo Kompas.id
RisetMengenal Praktik...
Iklan

Mengenal Praktik ”Greenwashing” di Indonesia

Isu ”greenwashing” marak tidak hanya di level industri atau perusahaan, tetapi juga dalam konteks kebijakan pemerintah.

Oleh
YOESEP BUDIANTO
· 1 menit baca
Spanduk berisi pesan tuntutan peserta aksi dibentangkan di depan Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Jakarta, Jumat (15/9/2023). Peserta aksi yang tergabung dalam Koalisi Setara atau Selamatkan Kalimantan Utara melakukan aksi teatrikal menolak rencana OJK memasukkan PLTU kawasan industri dalam taksonomi hijau atau pembiayaan hijau.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Spanduk berisi pesan tuntutan peserta aksi dibentangkan di depan Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Jakarta, Jumat (15/9/2023). Peserta aksi yang tergabung dalam Koalisi Setara atau Selamatkan Kalimantan Utara melakukan aksi teatrikal menolak rencana OJK memasukkan PLTU kawasan industri dalam taksonomi hijau atau pembiayaan hijau.

Selama beberapa dekade terakhir, isu terkait lingkungan dan pembangunan berkelanjutan telah menjadi fokus publik di tengah riuhnya berbagai persoalan kemanusiaan. Isu lingkungan ini terkait erat dengan fenomena pemanasan global yang berdampak serius bagi kelangsungan kehidupan di masa depan. Salah satunya ialah praktik greenwashing yang merugikan lingkungan kian marak terjadi.

Istilah greenwashing pertama kali digunakan pada tahun 1986 oleh seorang ahli lingkungan yang bernama Jay Westervelt. Dia menerbitkan sebuah tulisan yang mengkritik sistem manajemen handuk di banyak hotel. Sementara itu, dalam Webster’s New Millennium Dictionary of English, istilah greenwashing diartikan sebagai strategi komunikasi mempromosikan program ramah lingkungan sebuah entitas tertentu yang bertujuan mengalihkan perhatian publik dari aktivitas perusakan lingkungan oleh entitas bersangkutan.

Editor:
BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO
Bagikan