logo Kompas.id
RisetPengaruh Debat Capres-Cawapres...
Iklan

Pengaruh Debat Capres-Cawapres terhadap Keputusan Pemilih

Pengaruh debat bisa memperkuat pilihan terkait kontestasi pemilu atau bisa sebaliknya. Setelah KPU menyelenggarakan debat capres-cawapres, sejauh mana pengaruhnya pada pemilih?

Oleh
GIANIE
· 4 menit baca
Ketiga calon presiden, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo (kanan ke kiri), mengikuti debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum di kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketiga calon presiden, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo (kanan ke kiri), mengikuti debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum di kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Debat pemilihan presiden dan wakil presiden telah terselenggara dua kali dari lima kali yang dialokasikan KPU. Masing-masing sekali debat antarcapres dan debat antarcawapres. Publik sedikit banyak semakin mengetahui kapasitas dan karakter setiap kandidat yang akan terpilih menjadi pemimpin bangsa nanti.

Debat tidak hanya menyajikan janji-janji mengenai visi, misi, dan program yang akan dijalankan, tetapi juga respons cepat yang didasarkan pada kemampuan berpikir analitis, kritis, serta komprehensif dalam menghadapi situasi yang tidak terduga dan penuh tekanan. Seperti itulah yang akan dihadapi nanti sehari-hari ketika menjabat sebagai pemimpin.

Litbang Kompas melakukan jajak pendapat melalui telepon pada dua kali debat tersebut. Jajak pendapat dilakukan pada saat debat berlangsung setelah segmen pertama diselesaikan kandidat. Karena debat berlangsung pada malam hari, pelaksanaan jajak pendapat berlangsung singkat sekitar dua setengah jam dari pukul 19.30 hingga pukul 22.00.

Tujuan jajak pendapat adalah mengetahui antusiasme publik yang menyaksikan debat, mengetahui penilaian mereka terhadap jalan debat dan performa kandidat, serta dampak debat terhadap pilihan capres-cawapres mereka.

Debat perdana calon wakil presiden di Jakarta Convention Center, Jumat (22/12/2023), berlangsung cukup menarik. Debat ini ditunggu publik setelah sebelumnya KPU menggelar debat perdana calon presiden pada Selasa (12/12/2023).
KOMPAS

Debat perdana calon wakil presiden di Jakarta Convention Center, Jumat (22/12/2023), berlangsung cukup menarik. Debat ini ditunggu publik setelah sebelumnya KPU menggelar debat perdana calon presiden pada Selasa (12/12/2023).

Antusiasme publik dalam menyaksikan debat meningkat pada acara debat yang kedua. Jika pada debat pertama 56,4 persen yang menyaksikan debat, pada debat kedua jumlahnya menjadi 66,5 persen. Faktor sosok cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, tampaknya menjadi magnet yang sangat dinantikan publik.

Penilaian terhadap performa kandidat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek kelancaran dan kejelasan pemaparan, aspek penguasaan materi yang didiskusikan, serta aspek penampilan di atas panggung.

Pada debat pertama antarcapres, berdasarkan ketiga aspek tersebut, Anies Baswedan mendapat penilaian baik dari 87,6 persen responden, sementara Prabowo Subianto mendapat 74,7 persen, dan Ganjar Pranowo mendapat 87,1 persen.

Pada debat kedua antarcawapres, performa Gibran yang ditunggu-tunggu mampu mengimbangi cawapres Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD. Penampilan Gibran secara umum di atas ekspektasi publik. Berdasarkan ketiga aspek itu, nilai yang diberikan responden kepada ketiga cawapres ini berada di rentang skor 7-8, dengan selisih sedikit antarmereka.

Baca juga: Cawapres Menjawab Antusiasme Publik

Pilihan kandidat

Diakui oleh publik, kedua debat berjalan menarik. Namun, ketika ditanyakan mengenai pengaruh debat terhadap pilihan kandidat saat pemilu nanti, mayoritas responden menyatakan debat tidak mengubah pilihan mereka secara signifikan.

Pada debat pertama, 73,4 persen responden mengaku pilihannya tidak terpengaruh dengan adanya debat. Adapun 9,7 persen responden menyatakan pilihannya jadi berubah.

Pada debat kedua, responden yang mengaku pilihannya tidak berubah alias tetap sebanyak 66,7 persen. Sementara yang menyatakan pilihannya berubah meningkat menjadi 11,3 persen. Selebihnya menyatakan belum tahu atau pilihannya masih rahasia.

Apabila ditelusuri dengan melakukan tabulasi silang, dari responden yang menyatakan pilihannya berubah setelah menyaksikan debat terbanyak adalah generasi Z, generasi yang usianya di bawah 26 tahun, dengan persentase 25-28 persen.

Baca juga : Diksi Kandidat dan Publik yang Antusias di Debat Perdana Capres

Iklan

Pengalaman AS

Debat dalam kontestasi pemilu merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam kampanye. Kehadirannya menjadi upaya persuasif tersendiri di tengah masifnya informasi mengenai kandidat lewat iklan dan percakapan di media sosial.

Berkaca dari pengalaman debat calon presiden dan wakil presiden di Amerika Serikat yang telah berlangsung lebih dari lima dekade, debat yang disiarkan televisi menjadi acara yang diharapkan dalam kampanye pemilihan presiden AS.

Debat berpengaruh sebagai pembelajaran pemilih terhadap kandidat dan dapat pula mengubah preferensi pemilih. Ilmuwan politik, Thomas Holbrook, dalam studinya, ”Political Learning from Presidential Debates” (1999), menyatakan, debat bagi publik merupakan hal penting dalam memperoleh informasi. Debat yang pertama menjadi yang paling penting karena diadakan pada saat para pemilih memiliki lebih sedikit informasi mengenai kandidat dan sebagian besar masih cenderung ragu-ragu dengan pilihannya.

Banyak penelitian di AS telah mengonfirmasi kekuatan debat calon presiden mampu meningkatkan pengetahuan pemilih. Namun, peningkatan pengetahuan pemilih mengenai berbagai isu tidak selalu berarti persuasi. Banyak pula penelitian yang mengonfirmasi bahwa debat hanya memperkuat posisi partisan dan para partisan menjadi lebih kritis.

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/12/29/74dc7fa7-9211-4095-8b76-89f7985c63ad_gif.gif

Dalam penelitian tentang efek debat oleh Jaeho Cho dan Yerheen Ha (2012), disebutkan bahwa menonton debat mengarah pada penguatan partisan dan efek debat ini sebagian diamplifikasi oleh percakapan pascadebat. Pembicaraan pascadebat ini mengaburkan substansi debat dan menimbulkan kompleksitas dalam memahami efek langsung dari debat, terutama dalam mengubah atau memperkuat pilihan.

Penelitian-penelitian yang lain juga menunjukkan konsistensi bahwa penonton ketika mengawali debat sudah memiliki persepsi mengenai karakter dan kualitas kepemimpinan dari kandidat.

Dengan begitu, debat tersebut lebih cenderung memperkuat persepsi dan pilihan ketimbang mengubah pilihan yang sudah ada. Kecuali bagi penonton yang ragu-ragu atau yang tidak mendapat informasi yang baik tentang kandidat.

Debat juga tidak menentukan hasil pemilu. Ada contoh terkait hal ini yang bisa jadi pelajaran, yaitu ketika debat antara Hillary Clinton melawan Donald Trump pada tahun 2016.

Kala itu, Hillary Clinton mengkritik Donald Trump karena perlakuannya terhadap perempuan dan Trump mendapat banyak tanggapan negatif. Banyak lembaga survei yang kemudian menyatakan Clinton sebagai pemenang debat tersebut pada hari berikutnya. Namun, hasil akhirnya, Trump yang memenangi pemilu.

Menurut penelitian dari Harvard Business School, hal itu terjadi karena debat hanya mempunyai pengaruh yang kecil terhadap pilihan calon pemilih. Faktanya, 72 persen pemilih AS mengambil keputusan lebih dari dua bulan sebelum pemilu dan sering kali itu sebelum debat dilakukan.

Suasqn nonton bareng debat calon presiden perdana di Twin House Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (12/12/2023).
KOMPAS/HIDAYAT SALAM

Suasqn nonton bareng debat calon presiden perdana di Twin House Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (12/12/2023).

Mereka yang beralih ke kandidat lain biasanya bukan karena telah menonton debat di televisi. Perubahan pilihan lebih karena didasarkan pada informasi baru tentang kandidat atau karena posisi kandidat dalam isu-isu penting.

Lembaga Pew Research Center bahkan menyebutkan, jumlah pemilih AS yang mengambil keputusan berdasarkan debat kandidat hanya 10 persen.

Debat antarcawapres juga sama, tidak terlalu berpengaruh terhadap keputusan pemilih. Dikatakan, jumlah penonton debat wakil presiden di AS biasanya menurun drastis. Kecuali, saat debat tahun 2008 antara Joe Biden dan Sarah Palin.

Survei Pew Research sejak tahun 1988 menunjukkan bahwa pemilih menganggap debat berguna dalam mengambil keputusan, tetapi tidak penting. Lalu, apa yang dapat mengubah pilihan pemilih?

Salah satu temuannya adalah percakapan pribadi dengan orang lain yang sifatnya lebih persuasif. Bahkan, percakapan singkat dengan seseorang yang datang untuk mencari pendukung dapat membuat perubahan yang besar.

Kondisi pemilih di Indonesia bisa jadi berbeda dengan pemilih AS. Tentu menarik untuk terus mengikuti dinamika antusiasme publik dan efek debat terhadap demokrasi. Acara debat capres-cawapres masih tiga kali lagi dalam rentang satu setengah bulan menjelang hari pencoblosan 14 Februari 2024. (LITBANG KOMPAS)

Baca juga: Perdebatan Capres Seru, tetapi Konten Masih Normatif

Editor:
YOHAN WAHYU
Bagikan