logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊKetika Bekas Terpidana Korupsi...
Iklan

Ketika Bekas Terpidana Korupsi Berkontestasi

Transparansi rekam jejak calon merupakan jalan tengah antara kebutuhan publik akan hadirnya pemimpin daerah yang bersih dan pemenuhan hak politik seseorang untuk dicalonkan.

Oleh
Eren Marsyukrilla
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/fQwe2BphsrkkFv4UuyYv1bUNk3U=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2F3a504c8f-f8cf-4dfd-b6eb-f59f37c89725_jpg.jpg
Kompas/Heru Sri Kumoro

Spanduk sosialisasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah Wali Kota-Wakil Wali Kota Tangerang Selatan terpasang di Kantor Kelurahan Setu, Tangerang Selatan, 21 Agustus 2020.

Pengaturan soal syarat pencalonan di pemilihan kepala daerah perlu ditegaskan kembali, terutama untuk mereka yang pernah terjerat perkara korupsi. Di satu sisi, tidak ada larangan bagi mereka untuk maju di pilkada. Namun, di sisi yang lain ada harapan bahwa kontestasi di pilkada ditujukan untuk memilih pemimpin yang baik dan bersih. Keberimbangan antara hak politik dan tuntutan moralitas politik ini menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan.

Upaya mempersempit peluang bekas koruptor untuk kembali maju di pilkada sebenarnya sudah dilakukan. Hal ini, antara lain, dilakukan saat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam putusannya, pada 11 Desember 2019, MK menerima sebagian permohonan uji materi itu.

Editor:
A Tomy Trinugroho
Bagikan