logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊSesak Napas TBC, Sesak Pula...
Iklan

Sesak Napas TBC, Sesak Pula Beban Ekonomi dan Sosial

Pemerintah perlu meningkatkan akselerasi, inovasi, intensifikasi dan ekstensifikasi program dalam pengendalian TBC guna mewujudkan Indonesia bebas TBC 2035.

Oleh
Wirdatul Aini
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/RhT3k5JpXWIWHRMi9MAoDuKdhLg=/1024x681/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F66d810fb-4199-488c-b074-8d74e23e22d1_jpg.jpg
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Petugas Poli Tuberkulosis Puskesmas Sario Manado, Sulawesi Utara, Ivonne Paendong menunjukkan obat paket stop tuberkulosis, Rabu (18/3/2020). RHZE yang berbungkus merah diminum selama dua bulan pertama pengobatan, sedangkan RH yang berbungkus kuning diminum selama empat bulan. Paket obat yang harus dikonsumsi nonstop selama enam bulan itu dapat dibagikan secara gratis pada pasien.

Penyakit tuberkulosis atau TBC tak hanya merugikan kesehatan masyarakat, tetapi juga merugikan secara sosial dan ekonomi. Mengingat besarnya jumlah penderita TBC, negara ikut menanggung beban kerugian itu.

Publikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018 melaporkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beban penyakit TBC. Di dunia, Indonesia berada di posisi ketiga untuk kasus TBC dan posisi ketujuh untuk kasus TB-MDR (multi-drug resistant tuberculosis), serta TBC/HIV (tuberkulosis sebagai dampak HIV).

Editor:
Bagikan