logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊOtonomi Daerah: Dua Sisi Wajah...
Iklan

Otonomi Daerah: Dua Sisi Wajah Desentralisasi

Oleh
Bambang Setiawan
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/B0xGsgIQPcIIuK3rSB35YX6vnLQ=/1024x682/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F06%2Fkompas_tark_23070383_5_0.jpeg
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Petugas menyiapakan alat untuk membantu proses perijininan dengan sistem video call di Stan Kabupaten Sidoarjo saat peringatan Hari Otonomi Daerah ke-21 di Alun-alun Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (25/4/2017). Peringatan Hari Otonomi Daerah ke-21 tersebut mengambil tema Dengan Semangat Otonomi Daerah, Kita Tingkatkan Kinerja Pelayanan Publik Melalui E-Government.

Otonomi daerah yang mulai digulirkan sejak 1999 telah melahirkan dua sisi kecenderungan, positif dan negatif. Di antara dua sisi itu, tarik-menarik terus terjadi antara kekuatan sentralisasi dan desentralisasi.

Indonesia tercatat sudah tiga kali menerapkan undang-undang terkait otonomi daerah. Sejak diterapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, pergumulan tentang manfaat dan dampak buruk otonomi daerah terus bergulir. Upaya perbaikan lewat perubahan melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pun belum cukup memuaskan, sehingga kembali dilakukan perubahan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

Editor:
Bagikan