Tak Perlu ke Jakarta, Sengketa Pemilu Bisa Diajukan dari Mana Saja
MK menyiapkan fasilitas pendaftaran perkara secara daring. ”Minicourt” pun tersedia di banyak daerah.
Sudah menjadi rahasia umum, biaya politik yang harus dikeluarkan oleh para calon anggota legislatif untuk meraih suara pemilih terbilang besar. Apalagi, praktik politik uang pada Pemilu 2024 ini ditengarai lebih masif dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Miliaran rupiah harus dirogoh dari saku para caleg agar lolos masuk ke lembaga legislatif, terutama untuk mengamankan kursi Dewan Perwakilan Rakyat.
Nilai nominal tersebut belum mencakup biaya untuk mempertahankan suara, terutama jika suaranya hilang ataupun dipersoalkan calon lain di Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi calon anggota legislatif (caleg) yang berada di seputar Jakarta, menjaga ataupun memperjuangkan suara bisa lebih murah karena tak harus memikirkan ongkos transportasi dan akomodasi. Akan tetapi, puluhan ribuan caleg yang berada di luar Jakarta, utamanya di luar Pulau Jawa, tentu harus mempersiapkan transportasi dan akomodasi yang ongkosnya tak bisa dibilang murah. Apalagi, sang caleg juga harus membiayai ongkos transportasi dan akomodasi para saksi yang hendak dihadirkan di persidangan.
Bagi caleg yang uangnya tak berseri, hal itu bukan persoalan. Akan tetapi, tak sedikit caleg yang mencalonkan diri dan mencoba peruntungan dengan modal pas-pasan, bahkan juga modal nekat. Bagi kalangan ini, MK sudah memberikan solusi.
Para calon yang ingin mengajukan sengketa ke MK, tetapi terkendala jarak dan biaya, dapat mengajukan permohonan sengketa hasil pemilu secara online melalui http://simpel.mkri.id Setelah itu, pemohon tinggal mengirimkan hard copy atau salinan permohonannya (rangkap tiga) beserta alat bukti ke kantor MK di Jakarta. Untuk lebih detail, para caleg bisa membacanya di Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD yang dapat diunduh di laman resmi MK.
Para caleg memang dapat mendaftarkan sengketa pemilu legislatif (pileg) secara mandiri ke MK. Namun, perlu diingat para caleg harus mendapatkan surat rekomendasi dari ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik tempat mereka mencalonkan diri. Mereka dapat mencari kuasa hukum sendiri, tentu berkoordinasi dengan tim hukum partai.
Setelah mengajukan permohonan, para caleg pun dapat mengikuti sidang secara daring baik melalui aplikasi Zoom Meeting maupun fasilitas minicourt yang sudah disiapkan MK di kampus-kampus perguruan tinggi yang sudah bekerja sama dengan lembaga ini. Ada 43 minicourt yang dapat digunakan.
Baca juga: Menengok “Dapur” MK Tangani Sengketa Hasil
Menurut Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso, 43 minicourt tersebar di sejumlah wilayah Indonesia, biasanya di ibu kota provinsi. Misalnya, di wilayah Papua, ada empat minicourt yang bisa dituju para caleg atau partai politik. Keempat minicourt tersebut berada di Universitas Cenderawasih di Merauke, Universitas Papua di Manokwari, Universitas Musamus Jayapura, dan di Desa Konstitusi MK di wilayah Merauke.
”MK sudah menyediakan fasilitas. Jadi, tidak perlu ke Jakarta supaya tidak keluar uang banyak,” kata Fajar.
Fasilitas sidang daring juga dapat dimanfaatkan termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi atau KPU kabupaten/kota serta jajarannya, dan pemberi keterangan, yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) beserta jajarannya. Hal itu berguna saat mereka hendak memberikan keterangan ataupun menghadirkan saksi-saksi dari daerah.
Fajar menjamin MK akan memberikan perlakuan sama kepada peserta sidang, baik yang hadir fisik di MK maupun mereka yang hadir secara daring. MK pun sudah menyiapkan petugas yang membantu hal-hal teknis yang dibutuhkan dalam sidang serta juru sumpah di minicourt. MK juga sudah berkoordinasi dengan rektor dan dekan kampus-kampus yang sudah bekerja sama untuk menyelenggarakan sidang jarak jauh.
Kendala jaringan
MK mengakui, terkadang ada kendala saat memilih bersidang jarak jauh berupa koneksi internet yang tidak stabil. Kendala lain adalah peserta sidang yang memilih menggunakan aplikasi Zoom Meeting tiba-tiba kehabisan kuota data internet. Untuk dua persoalan ini, para pihak bisa memanfaatkan minicourt yang sudah disetel oleh petugas bagian teknologi dan informasi MK untuk menjamin koneksi internet yang lebih stabil.
MK sudah menyediakan fasilitas. Jadi, tidak perlu ke Jakarta, supaya tidak keluar uang banyak.
Bagi pihak-pihak yang ingin memanfaatkan sidang daring, Fajar mengingatkan bahwa mereka tetap harus mematuhi tata tertib persidangan. Ia bercerita saat masa-masa awal penggunaan aplikasi Zoom Meeting di masa pandemi Covid-19, banyak peserta sidang yang belum memahami aturan-aturan persidangan sehingga terjadi peristiwa menggelikan, tetapi cukup mengganggu.
”Ada yang pakai baju you can see, lalu kuasa hukum yang tidak memakai toga. Ada pula yang sambil merokok atau makan minum. Lalu ditegur oleh hakim, disuruh keluar. Artinya apa? Tata tertib persidangan semestinya tetap diperhatikan dan berlaku di ruang persidangan virtual,” katanya.
Pengalaman ini membuat MK mengambil langkah baru. Sebelum sidang dimulai, para peserta sidang akan diminta masuk ke link yang diberikan MK sekitar 30 menit sebelumnya. Petugas IT MK akan mengecek kesiapan para pihak mengikuti sidang, seperti mengetes suara (check sound) terdengar jelas atau tidak, juga meminta peserta sidang untuk mencari lokasi yang tenang.
”Yang berkendara, silakan berhenti. Pernah ada yang sidang di mobil, kan itu kayak orang webinar saja. Biasanya mereka disuruh berhenti dan mencari tempat yang kondusif. Termasuk dulu, ada pemohon (seorang) buruh, sidangnya waktu demo. Jadi, dia duduk sila di situ (dekat tempat demo). Orang berseliweran, yang di belakangnya begini begini (mencontohkan gestur melongok ke layar). Lagi-lagi ini sidang bos, bukan webinar,” Fajar mengisahkan.
Artinya, MK akan memastikan peserta sidang di ruang virtual agar mematuhi tata tertib demi lancarnya persidangan. Teknis-teknis yang mendukung terlaksananya persidangan yang baik sangat diperhatikan.
Permudah akses
MK sebenarnya sudah memfasilitasi persidangan jarak jauh melalui kampus-kampus perguruan tinggi di ibu kota provinsi tersebut sejak 2012. Bahkan, beberapa tahun sebelum itu, saat fasilitas tersebut masih bernama vicon (video conference). Pada tahun 2009, MK pernah menggelar persidangan pengujian undang-undang dengan menghadirkan ahli dari Amerika Serikat melalui konferensi video (vicon).
Fajar mengungkapkan, filosofi MK memfasilitasi sidang daring adalah karena MK menyadari bahwa lembaga ini hanya berada di Jakarta dan tidak memiliki perwakilan atau cabang di daerah. Padahal, wilayah jelajah MK dari Sabang hingga Merauke. ”Kita tahu bahwa negara ini berpulau-pulau, penduduknya di mana-mana. Jangan sampai faktor geografis, faktor waktu, dan faktor biaya menghalangi orang untuk mendapatkan access to court and justice,” tegasnya.
Baca juga: MK Buka Peluang Caleg Ajukan Sengketa secara Mandiri
Dengan demikian, orang yang bersidang ke MK tidak perlu membayar mahal tiket pesawat ataupun kapal. Mereka hanya perlu datang ke lokasi vicon atau sekarang dinamakan minicourt terdekat dengan domisili. Atau meminta link sidang daring melalui aplikasi Zoom Meeting ke MK.
Namun, beda cerita apabila para pihak yang berada di luar Jakarta ataupun Pulau Jawa tersebut ingin mengambil ”benefit” lain saat bersidang di Jakarta. Misalnya, warga daerah ingin melihat Monas, Taman Mini Indonesia Indah, atau sekadar berjalan-jalan di kota metropolitan, itu kisah yang berbeda.