Pengalaman Mengikuti KPPS yang Bekerja 20 Jam di Hari Pemungutan Suara
Penganan dan minuman yang memadai serta strategi pencatatan yang pas menjadi ”senjata” KPPS bekerja 20 jam.
Jarum jam menunjuk pukul 23.21, Rabu (14/2/2024). Dari raut muka lelah, tampak helaan napas lega ketika lembar terakhir surat suara Dewan Perwakilan Daerah dibacakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Tempat Pemungutan Suara 039 Kelurahan Jurangmangu Timur, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten.
Seorang di antara petugas KPPS itu kemudian merapikan tumpukan kertas suara yang sudah dilipat kembali, sedangkan empat orang lainnya merekap data di plano model C hasil Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sekitar pukul 01.40, setelah semua berkas rampung dan kertas suara hasil pemungutan suara dimasukkan kembali ke dalam kotak, mereka menutup kegiatan pemungutan suara dan penghitungan suara yang berlangsung mendekati 20 jam itu.
Namun, tugas ternyata belum benar-benar tuntas. Setelah penutupan kegiatan, dua anggota KPPS itu kemudian mengantarkan surat suara hasil pemilu ke kantor kelurahan. Mereka sampai di kantor kelurahan pukul 01.50 dan menyerahkan kertas suara dilengkapi dengan berita acara serah terima.
Di kelurahan, saat itu baru ada tujuh TPS yang telah menyerahkan kertas suara dari total 84 TPS. Sisanya diperkirakan bisa sampai subuh. Para personel KPPS 039 lalu keluar dari kantor kelurahan selepas pukul 02.00. ”Setelah serah terima ke Panitia Pemungutan Suara di kelurahan dini hari ini, tugas KPPS selesai,” ujar Ketua KPPS TPS 039 Hamzirwan Hamid.
Seharian, Hamzirwan dan anggota KPPS lainnya, yakni Prasetyo Wibowo, Muhammad Nasir, Dani Suwandi, Maria Novena Mahyani, Jazzy Suryo Adiputranto, dan Fathul Huda, serta petugas linmas Heru Suroso dan Fahrizal Ananda bekerja menyukseskan pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Kegiatan yang diselenggarakan sejak pukul 06.00 itu pun berlangsung lancar tanpa gejolak. Protes dan suara keberatan dari saksi yang hadir juga tak terdengar. Selain KPPS dan saksi, kegiatan itu juga dipantau oleh petugas pengawas TPS.
TPS 039 ini hanya satu dari 820.161 TPS di seluruh Indonesia yang melayani 203 juta pemilih dalam negeri. Dalam satu hari itu, ada 5,7 juta anggota KPPS yang berjibaku menyiapkan TPS, mengorganisasi pemilih terdaftar untuk menggunakan hak konstitusionalnya, sekaligus menghitung dan mendokumentasikan hasil penghitungan suara secara administratif.
Menguras tenaga
Selama pemilihan berlangsung, proses penghitungan suara menjadi tahapan paling krusial dan menguras tenaga. Terlebih, menghitung surat suara pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPD, ataupun DPRD provinsi dan kabupaten/kota butuh kecermatan. Tidak boleh ada kesalahan karena itu akan memengaruhi kredibilitas pemilu.
Tak mengherankan, sepanjang proses penghitungan, Hamzirwan mesti mencermati detail setiap bagian dari lembaran kertas suara berukuran 52 sentimeter x 82 sentimeter itu. Apalagi, ada belasan partai dengan nama calon anggota legislatif bervariasi, 5-11 orang, dengan latar belakang foto aneka warna yang terkadang mengecoh pandangan.
Begitu pula dengan kertas suara DPR dengan jumlah calon 10 orang dari setiap partai dan kertas suara DPD yang berisi 24 foto, meski ukuran nama dan foto calon anggota DPD lebih besar daripada DPR-DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Tak mengherankan jika satu-dua kali ralat sempat dilontarkan akibat keliru mencermati lubang coblos.
”Tidak sah! Oh, koreksi, tadi yang tidak sah (ternyata sah),” ucapnya sambil menyebut nomor urut partai dan nomor urut kontestan yang dimaksud.
Menurut dia, selain kondisi lampu harus terang, stamina anggota KPPS juga penting karena mereka bekerja sampai larut dengan obyek angka-angka. Camilan, seperti pisang goreng dan kopi, sumbangan warga cukup membantu mengganjal mata. Sesekali musik pop diputar agar suasana lebih rileks.
”Anggota KPPS juga saya minta membawa tumbler. Tujuannya, agar kebutuhan air mereka tercukupi, tidak dehidrasi. Kalau minum dari gelas kemasan, mereka biasanya malas,” ucapnya lagi.
Baca juga: Reportase Langsung Pemilu 2024
Makanan juga memegang peranan sebagai sumber energi. Jika pada pagi hari anggota KPPS sarapan lontong Padang dan nasi Padang untuk makan siang, maka menu makan malam diganti ayam bakar sambal bawang. Jelang penghitungan berakhir juga datang nasi goreng.
Satu lagi yang penting dilakukan selama masa rekapitulasi adalah strategi. Dengan strategi yang pas, proses penghitungan bisa lebih efektif dilakukan, cepat dan tidak perlu mengulang akibat kesalahan melihat lubang coblos. Strategi yang dimaksud ialah memasang plano suara seperti kalender (flip over).
Anggota KPPS juga saya minta membawa tumbler. Tujuannya, agar kebutuhan air mereka tercukupi, tidak dehidrasi. Kalau minum dari gelas kemasan, mereka biasanya malas.
Cara ini digunakan oleh KPPS 039 saat menghitung kertas suara DPR, DPRD provinsi, dan DPD. Hasilnya terlihat, proses penghitungan membutuhkan waktu kurang dari satu jam, bahkan ada yang hanya 45 menit. Waktu ini lebih singkat dari perkiraan sebelumnya selama dua jam untuk tiap kotak suara.
Baca juga: ”Exit Poll”, ”Quick Count”, dan Hitung Resmi Apa Bedanya?
Sebelumnya, saat menghitung suara DPRD Kota Tangerang, tim hanya meletakkan lembaran plano model C secara terpisah. Dengan begitu, anggota KPPS harus berlarian ke sana kemari untuk mengisinya. ”Cara flip over dengan melibatkan empat orang ternyata efektif karena plano model C pada pemilu legislatif yang diisi lebih banyak ketimbang pemilu presiden yang kertas suaranya lebih sederhana,” katanya.
Hasil penghitungan surat suara pemilihan presiden-wakil presiden di TPS 039 menyatakan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapatkan 107 suara, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 86 suara, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD 42 suara. Suara tidak sah ada 5. Total pemilih yang hadir di TPS ini 240 orang dari total 265 nama dalam DPT.
Menyelenggarakan pemungutan suara hingga rekapitulasi memang cukup melelahkan. Di hari pemungutan suara, Rabu (14/2/2024), mereka sudah harus bersiap di TPS sejak pukul 06.00. Hujan deras disertai petir jelang pemungutan suara sekitar pukul 03.00 mengganggu istirahat mereka.
”Pukul 03.30 saya sempat datang ke lokasi TPS yang memanfaatkan balai warga untuk mengecek apakah alat peraga pemilu aman, tidak basah dan rusak oleh air hujan. Alhamdulillah kondisi aman sehingga saya langsung pulang lagi dan baru kembali ke TPS pukul 06.00,” ucap Hamzirwan.
Hujan yang enggan reda hingga pukul 06.00 juga membuat persiapan sedikit mundur. Hujan mengakibatkan kedatangan tim saksi mundur sehingga kegiatan pencoblosan baru bisa dimulai sekitar pukul 07.30.
Padahal, pada hari-hari sebelumnya, mereka juga telah berkutat dengan aktivitas mendukung kelancaran pemilu. Kesibukan petugas KPPS sebenarnya mulai memuncak sejak Jumat (9/2/2024). Saat itu, mereka menunggu kedatangan surat pemberitahuan memilih. Setelah itu, KPPS memilah dan mendistribusikan surat tersebut kepada pemilih mulai 10 Februari.
Dua hari sebelum pemilihan, KPPS mulai mendapat pemberitahuan bahwa logistik pemilu dari Komisi Pemilihan Umum Tangerang Selatan turun ke kecamatan (Panitia Pemilihan Kecamatan), kemudian didistribusikan ke kelurahan hingga akhirnya dibagi ke TPS pada 13 Desember.
”Kami jemput logistik ke PPS kelurahan Selasa malam. Kami amankan di salah satu rumah di dekat pos sekuriti, kami kunci di situ. Selasa malam kami juga kembali memastikan terkait DPT (daftar pemilih tetap), DPTb (daftar pemilih tambahan), selain proses perakitan bilik suara dan menempel alat-alat peraga sambil menyusun setting bilik suara hingga selesai pukul 23.30,” katanya.
Saat pemungutan berlangsung, tugas yang diemban anggota KPPS tentu bertambah. Salah satunya, mereka harus menulis identitas calon pemilih pada kertas suara, lengkap dengan alamat dan tanda tangan. Jika di satu TPS ada 268 pemilih, maka berapa banyak tanda tangan dan tulisan tangan yang harus dibubuhkan pada lima kertas suara untuk setiap calon pemilih.
Kesibukan tak hanya dirasakan oleh anggota KPPS yang bertugas di dalam ruangan. Anggota lain yang menjadi anggota tim keamanan dan perlindungan masyarakat (pamlinmas) juga ikut melayani warga yang datang ingin memilih dan butuh informasi lebih. Tak jarang, calon pemilih ngotot untuk bisa memilih meski tidak membawa dokumen sesuai ketentuan.
Pasalnya, tidak semua dari mereka telah terdaftar dalam DPT atau DPTb. Ada warga yang mengaku hanya punya KTP, tetapi belum terdaftar sebagai pemilih. Ada pula warga yang baru menikah dengan warga setempat, tapi belum pindah KTP. Sebagian yang datang juga mempersoalkan jadwal pencoblosan.
”Jika mereka membawa KTP saja, asal sudah masuk DPT, saya jelaskan mereka tetap bisa memilih. Lalu saya buatkan nomor antreannya,” ucap Heru Suroso.
Sabar, menurut Heru, menjadi salah satu kunci untuk melayani calon pemilih. Apalagi, apa yang terjadi, ujarnya, di luar prediksi. Satu orang yang sebelumnya diperkirakan butuh waktu tidak lebih dari satu menit untuk memberikan suara kenyataannya menghabiskan waktu sampai lima menit lantaran bingung saat membuka surat suara dan melipatnya kembali. Hal itu tak hanya terjadi pada orang tua, tetapi juga orang muda.
Untungnya, proses pemungutan suara berlangsung sesuai harapan. Faqih (33), salah satu warga, mengatakan tidak ada masalah dalam mencoblos kali ini. ”Semua lancar, sejak masuk ke TPS, pendaftaran, masuk bilik suara, memasukkan kertas suara ke kotak, hingga mencelup jari ke tinta,” ujarnya.