logo Kompas.id
Politik & HukumMemahami Perihal Sengketa...
Iklan

Memahami Perihal Sengketa Pilpres 2024 di MK

Seperti apa MK memproses sengketa hasil pemilu untuk Pilpres 2024? Persoalan apa yang bisa dibawa ke MK?

Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
· 6 menit baca
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (13/3/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (13/3/2023).

Meskipun baru akan mulai menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU sekitar 1,5 bulan lagi, Mahkamah Konstitusi sudah mulai menggelar simulasi penanganan sengketa hasil pemilu sejak awal Februari 2024. Simulasi tersebut menurut rencana bakal digelar dalam beberapa tahap, yaitu tahap pengajuan permohonan, registrasi, persidangan, hingga pengucapan putusan.

Simulasi tahap pertama sudah dilakukan sejak 2 Februari lalu dengan agenda menyimulasikan pengajuan permohonan sengketa. Dalam acara yang disaksikan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo tersebut, para pegawai MK menempati tugas masing-masing. Ada yang menduduki meja konsultasi, meja pengambilan nomor antrean, meja pendaftaran, dan meja-meja lain.

Lobi lantai dasar gedung utama MK disulap menjadi tempat pendaftaran. Setidaknya ada 10 meja yang disiapkan, baik meja untuk pemohon sengketa pasangan calon presiden/wakil presiden, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun calon anggota legislatif yang harus didaftarkan oleh partai (dibuktikan dengan tanda tangan ketua umum dan sekretaris jenderal).

Suhartoyo mengungkapkan, simulasi tersebut dimaksudkan untuk menyegarkan kembali pengetahuan dan ingatan para pegawai akan penanganan perkara PHPU yang menjadi agenda lima tahun sekali tersebut.

”Mungkin ada sesuatu yang sudah dilupakan, mungkin ada insert-insert tambahan baru yang bisa kita jadikan sebagai bagian dari dinamika merespons penanganan PHPU ini mungkin secara lebih komprehensif,” ujarnya.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih
KOMPAS/SUSANA RITA KUMALASANTI

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih

Juru bicara MK, Enny Nurbaningsih, saat dihubungi pada Kamis (8/2/2024) menyampaikan, MK akan menghentikan sementara pemeriksaan perkara pengujian undang-undang pada saat KPU mulai mengumumkan hasil rekapitulasi suara pemilu secara nasional sekitar tanggal 20 Maret 2024. Namun, MK tetap akan menerima pendaftaran perkara pengujian undang-undang karena pada dasarnya MK tidak boleh menolak perkara.

”Bukan setelah perkara PHPU diregistrasi, tapi setelah diumumkan (hasil) rekapitulasi oleh KPU,” kata Enny.

Tahapan

Setelah KPU mengumumkan hasil rekapitulasi suara secara nasional, yang akan dilakukan antara 15 Maret hingga paling lambat 20 Maret, jika mengacu Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, MK akan membuka pendaftaran keberatan terhadap hasil itu. Pengajuan keberatan atas hasil rekapitulasi suara pemilu presiden digelar tiga hari setelah penetapan perolehan suara. MK akan menunggu pendaftaran hingga pukul 24.00 WIB.

MK sudah menyediakan format permohonan sengketa hasil pemilu yang meliputi uraian yang jelas nama dan alamat pemohon, kewenangan MK, kedudukan hukum pemohon sebagai capres dan cawapres ataupun caleg, dan tenggang waktu pengajuan.

Selain itu juga pokok permohonan yang memuat penjelasan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan KPU dan pemohon serta petitum yang memuat pembatalan penetapan perolehan suara hasil pemilu dan menetapkan hasil yang benar menurut pemohon. Publik bisa mengakses permohonan sengketa pemilu tersebut di laman daring resmi MK.

Petugas MK akan mengecek kelengkapan berkas, baru kemudian melakukan registrasi di e-BRPK (Buku Registrasi Perkara Konstitusi). Paling lama empat hari sejak permohonan diregistrasi, MK akan menggelar sidang perdana (khusus untuk sengketa pilpres) dengan agenda memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi sengketa, serta pengesahan alat bukti. Sidang perdana tersebut akan dilaksanakan pada 28 Maret dengan catatan jika KPU menetapkan hasil rekapitulasi nasional pada 20 Maret.

Alat bukti yang dibawa tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sengketa perselisihan hasil pemilu pilpres untuk diserahkan ke Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (17/6/2019).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Alat bukti yang dibawa tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sengketa perselisihan hasil pemilu pilpres untuk diserahkan ke Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (17/6/2019).

Keberatan tersebut akan dijawab oleh KPU, sementara kandidat pasangan capres/cawapres lain akan memberikan keterangan/bantahan sebagai pihak terkait. Sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan hadir sebagai pemberi keterangan.

Iklan

Setelah itu, sidang akan memasuki agenda pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi baik dari pemohon sengketa, KPU, maupun pihak terkait. Untuk menguatkan dalil-dalil yang diajukan, tiap-tiap pihak biasanya mengajukan ahli.

MK hanya memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyelesaikan perkara sengketa pilpres terhitung sejak perkara dicatat dalam e-BRPK. Menurut rencana, MK akan memutus perkara sengketa pilpres tersebut pada 16 April atau hari pertama setelah libur Lebaran usai. Sebelum menjatuhkan putusan, delapan hakim MK—minus Anwar Usman yang dilarang oleh Majelis Kehormatan MK menangani sengketa pemilu—akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada tanggal 8-15 April.

Adapun ada tiga macam putusan yang bisa dikeluarkan meliputi putusan (final), putusan sela, dan ketetapan. Putusan sela berisi perintah kepada KPU atau pihak lain untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan obyek yang dipersengketakan. Ini, misalnya, berupa pemungutan suara ulang (PSU), penghitungan suara ulang, dan lainnya.

MK hanya memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyelesaikan perkara sengketa pilpres terhitung sejak perkara dicatat dalam e-BRPK. Menurut rencana, MK akan memutus perkara sengketa pilpres tersebut pada 16 April atau hari pertama setelah libur Lebaran usai.

Apabila putusan sela dijatuhkan, MK akan menggelar persidangan kembali untuk mendengarkan laporan pelaksanaan hasil putusan sela sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan (final).

Sementara ketetapan dikeluarkan apabila permohonan ternyata bukan menjadi kewenangan MK, ditarik kembali, atau pemohon/kuasa hukumnya tidak hadir tanpa alasan yang sah.

Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva (tengah) memimpin rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri delapan hakim konstitusi, yaitu (searah jarum jam) Aswanto, Muhammad Alim, Anwar Usman, Arief Hidayat, Patrialis Akbar, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Wahiduddin Adams, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2024).
KOMPAS/ WAWAN H PRABOWO

Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva (tengah) memimpin rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri delapan hakim konstitusi, yaitu (searah jarum jam) Aswanto, Muhammad Alim, Anwar Usman, Arief Hidayat, Patrialis Akbar, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Wahiduddin Adams, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2024).

Persoalan yang dibawa ke MK

Apa saja yang menjadi masalah dalam sengketa? Berdasarkan analisis terhadap putusan MK atas sengketa pilpres dari tahun 2004 hingga 2019, dalil-dalil yang diajukan pasangan calon makin lama makin bertambah, berkembang, dan bervariasi.

Sengketa pilpres tahun 2004 fokus pada selisih perhitungan hasil pemilu. Pada sengketa pilpres tahun 2009, persoalan daftar pemilih tetap (DPT), penghapusan tempat pemungutan suara (TPS), pelibatan pihak asing, serta penggelembungan dan pengurangan suara menjadi isu yang mewarnai ”perang” bukti dan saksi dalam persidangan di MK.

Ketua Pusat Studi Demokrasi, Konstitusi, dan Hak Asasi Manusia Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Yance Arizona menjelaskan, selain perselisihan hasil, kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) juga didalilkan dalam sengketa Pilpres 2014.

Selain itu, ada pula persoalan mobilisasi pemilih melalui DPTb (daftar pemilih tambahan) dan DPKtb (daftar pemilih khusus tambahan), serta politik uang yang marak di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sumatera Selatan. Ada pula masalah intervensi pejabat setingkat gubernur yang disoal, yaitu Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Kalimantan Tengah.

Pada Pemilu 2019, sengketa pilpres di MK diwarnai dengan masalah cacat formil syarat calon wakil presiden, yaitu Ma’ruf Amin, yang tidak mundur dari jabatannya di badan usaha milik negara (Dewan Pengawas Syariah dari Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah).

Pemohon sengketa juga mempersoalkan pelanggaran TSM, di antaranya penyalahgunaan APBN untuk menaikkan gaji dan membayar rapelan gaji PNS, TNI, dan Polri; menjanjikan gaji ke-13 dan THR lebih awal; dan menaikkan gaji perangkat desa. Selain itu, menaikkan dana kelurahan, mencairkan dana bansos, menaikkan dan mempercepat penerimaan Program Keluarga Harapan, dan menyiapkan skema rumah DP nol persen untuk ASN, TNI, dan Polri.

Terhadap dalil-dalil TSM tersebut, Yance mencoba menguak kembali pertimbangan MK dalam putusan sengketa Pilpres 2019. Disebutkan, terhadap dalil yang dikelompokkan sebagai pelanggaran TSM, MK menemukan fakta bahwa pemohon sengketa tidak melaporkan hal itu ke Bawaslu. Bawaslu menyatakan tidak pernah menerima laporan ataupun mendapatkan temuan. Ada pula laporan, tetapi sudah ditindaklanjuti.

”MK juga menemukan tidak terdapat fakta yang membuktikan Bawaslu tidak melaksanakan kewenangannya. Dengan demikian, MK berpendapat bahwa apa yang oleh pemohon dikelompokkan sebagai pelanggaran yang bersifat TSM tidak beralasan hukum,” kata Yance.

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona
DOKUMENTASI PRIBADI

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona

Ia menambahkan, isu pelanggaran TSM juga ramai dibicarakan dalam pemilu kali ini. Namun, perlu diingat bahwa pelanggaran TSM tersebut merupakan domain Bawaslu. ”Kalau kandidat pilpres sudah membayangkan adanya pelanggaran TSM, tapi tidak melaporkan ke Bawaslu terlebih dahulu, saya yakin nanti MK akan mempertanyakan juga. Bisa jadi MK tidak akan mengabulkan dalil itu,” katanya.

Sengketa Pilpres 2024 nanti juga diprediksi akan menyoal persyaratan calon presiden/wakil presiden yang berujung pada permintaan untuk mendiskualifikasi calon. Dalam sengketa tahun 2019, persoalan serupa sudah muncul, tetapi tidak terbukti. Yance memprediksi pencalonan Gibran Rakabuming Raka akan dipersoalkan dan sangat berpotensi muncul dalam sengketa pemilu pilpres tahun ini.

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan