Pemungutan Suara Sepekan Lagi, Mungkinkah Ditunda?
Pro dan kontra penundaan Pemilu 2024 sempat mengemuka beberapa tahun lalu. Lantas, bilamana pemilu dapat ditunda?
Pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 tinggal sepekan lagi. Tahapan pemilu pun terus berjalan, termasuk masa kampanye yang akan berakhir pada akhir pekan ini.
Jika menengok ke belakang, sempat terjadi pro dan kontra terkait wacana untuk ”menunda” Pemilu 2024 dengan beragam alasan. Wacana penundaan pemilu salah satunya muncul dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Kala itu, Luhut mengklaim adanya mahadata yang mengungkap tentang 110 juta warganet yang meminta supaya Pemilu 2024 ditunda.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, yang juga pernah mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda, beralasan demi menjaga pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19. Demikian pula Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengaku telah diperintah Presiden Joko Widodo untuk mendorong penundaan Pemilu 2024 karena ada aspirasi warga dan dalam rangka pemulihan ekonomi.
Lantas, bilamana pemilu dapat ditunda?
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu hanya mengenal dua istilah, yaitu pemilu lanjutan dan pemilu susulan. Pasal 431 UU Pemilu menyebutkan, pemilu lanjutan dilakukan ketika terjadi gangguan di sebagian tahapan pemilu. Sementara Pasal 432 menyatakan, yang dimaksud dengan pemilu susulan adalah pemilu untuk melaksanakan semua tahapan pemilu yang tidak dapat dilaksanakan.
Baca juga: Siapkan Mental Kawal Sirekap
Faktor penyebab dilaksanakannya pemilu lanjutan atau susulan adalah keadaan kahar atau force majeure di luar kekuasaan dan keadaan memaksa. Keadaan itu berupa kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya.
Pemilu lanjutan atau pemilu susulan dilaksanakan setelah ada penetapan penundaan pelaksanaan pemilu. Penundaan pelaksanaan pemilu ditetapkan secara bertingkat, yakni oleh KPU kabupaten/kota, KPU provinsi atas usul KPU kabupaten/kota, atau oleh KPU RI atas usul KPU provinsi.
Pasal 432 Ayat (1) mengatur, ketika pemilu tidak dapat dilaksanakan di 40 persen jumlah provinsi dan 50 persen dari jumlah pemilih terdaftar secara nasional tidak dapat menggunakan hak pilih, penetapan untuk pemilu lanjutan atau pemilu susulan dilakukan oleh presiden atas usul KPU.
Baca juga: Agar KPPS Tak Pergi Pagi Pulang Pagi
Salah satu penerapannya adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2020. Waktu itu, Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang telah diundangkan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Berdasarkan Perppu tersebut, pelaksanaan Pilkada 2020 yang semula direncanakan pada September 2020 digeser menjadi Desember 2020 sehingga ketika digelar kembali disebut dengan Pilkada Serentak Lanjutan. Alasan Pilkada Serentak Lanjutan tersebut masuk ruang lingkup gangguan lainnya, yakni (gangguan nonalam) akibat pandemi Covid-19.
Sementara pemilu susulan pernah digelar di beberapa lokasi tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2019. Pada saat itu, pemilu susulan dilangsungkan karena kendala pada keterlambatan distribusi logistik dan bencana alam.
Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Padang, Charles Simabura, pemilu susulan atau pemilu lanjutan merupakan ruang yang diberikan pembuat undang-undang untuk mengakomodasi detail dari kemungkinan keadaan kahar yang mungkin terjadi. Sebab, terdapat kemungkinan keadaan kahar terjadi hanya di wilayah tertentu dan tidak memengaruhi wilayah lain atau hanya terjadi secara parsial.
Saya meyakini, penetapan penundaan pemilu secara nasional di seluruh daerah itu sulit dilakukan karena besarnya wilayah Indonesia secara geografis,
Namun, lanjut Charles, memang publik pada umumnya menggunakan terminologi yang lebih sederhana, seperti pemilu diulang. Padahal, bisa jadi yang diulang hanya satu tahapan, seperti pemungutan suara ulang, bukan mengulang seluruh tahapan dari awal. Untuk itu, UU menggunakan terminologi pemilu lanjutan.
Di sisi lain, menurut Charles, jika penundaan pemilu tidak dibuat secara parsial, hal itu bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melakukan sesuatu, semisal kerusuhan di satu wilayah agar kemudian pemilu ditunda secara keseluruhan. ”Oleh karena itu, saya meyakini, penetapan penundaan pemilu secara nasional di seluruh daerah itu sulit dilakukan karena besarnya wilayah Indonesia secara geografis,” ujarnya.
Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadlli Ramadhanil berpandangan, prasyarat yang detail dalam UU Pemilu untuk pemilu susulan dan pemilu lanjutan karena keduanya tidak bisa digelar secara sembarangan. Pemilu susulan dilakukan karena sebagian besar tahapan pemilu tidak bisa terselenggara, sedangkan pemilu lanjutan merupakan kelanjutan dari beberapa tahapan pemilu yang terganggu, tidak bisa dilaksanakan, karena kondisi khusus.
”Ini juga terkait dengan prinsip pemilu itu, tahapannya mesti pasti, hasilnya yang tidak pasti,” ujarnya.