Seruan Kampus Diabaikan, Pemilih Muda Bisa Beralih Dukungan
Seruan dari kalangan kampus merupakan suara akar rumput. Seruan itu diyakini dapat memengaruhi pilihan pemilih muda.
JAKARTA, KOMPAS โ Sikap elite politik dan pejabat negara yang mengabaikan seruan penyelamatan demokrasi dari sejumlah kampus dinilai sebagai preseden buruk. Meski tidak berdampak pada legitimasi hasil pemilu, pengabaian bisa berdampak pada pindahnya arah dukungan pemilih muda, bahkan membuat mereka memilih menjadi golongan putih, tidak memberikan suaranya pada Pemilu 2024.
Seruan keprihatinan dari kalangan kampus pertama kali muncul dari Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta pada 31 Januari 2024. Para akademisi UGM prihatin atas kondisi sosial politik belakangan ini. Setelah itu, kampus-kampus lain mulai menyerukan hal yang sama, antara lain Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Seruan penyelamatan demokrasi terus meluas. Pada Selasa (6/2/2024) giliran rektor, guru besar, hingga dosen dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) menyerukan kepada pejabat negara agar selalu menjunjung tinggi nilai moral dan etika.
Menurut peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, berbagai seruan dari kampus tidak akan mendelegitimasi hasil pemilu yang segera dilakukan. Namun, akan menjadi preseden buruk ketika suara intelektual diabaikan.
Baca juga: Seruan dari Kampus Terus Bergulir
โSaya kira semua seruan dari kampus-kampus itu menandakan suara dari akar rumput. Ini dampaknya akan terasa kepada pemilih muda yang kritis,โ katanya.
Pemilih muda yang kritis, lanjut Wasisto, bisa mengalihkan dukungannya atau menjadi golongan putih (golput) akibat rentetan potensi masalah penyelenggaraan pemilu. Apalagi, seruan dilancarkan oleh tokoh-tokoh intelektual dan akademisi yang pendapatnya cukup berpengaruh bagi anak muda.
Untuk itu, elite politik dan pejabat terkait perlu mendengarkan serta merespons fenomena seruan kampus secara bijaksana. Mereka perlu berdiskusi dan berdialog dengan kampus-kampus yang mengkritik.
Saya kira semua seruan dari kampus-kampus itu menandakan suara dari akar rumput. Ini dampaknya akan terasa kepada pemilih muda yang kritis.
Rektor UKI Dhaniswara K Harjono mengatakan, pemilu yang tak dilandasi prinsip moral, etika, demokrasi, kemanusiaan, hingga keadilan sosial bakal menuju perpecahan bangsa. Karena itu, UKI menyerukan agar seluruh komponen bangsa ikut menciptakan suasana kondusif dalam pemilu.
Baca juga:
> Memahami Kegelisahan di Balik Gelombang Seruan Para Akademisi
โKami juga mengimbau pejabat penyelenggara negara, aparatur sipil negara, TNI, kepolisian untuk selalu menjunjung tinggi sumpah jabatan, etika, moral, serta mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok/golongan atau partai politik tertentu,โ ujarnya seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Segala bentuk intervensi atau tindakan yang mengekang kebebasan berekspresi saat pemilu, kata Dhaniswara, harus dihentikan. Selain itu, ia turut mengajak publik dan sivitas akademika mendukung pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil.