logo Kompas.id
Politik & HukumMahfud MD Bercerita Ada Rektor...
Iklan

Mahfud MD Bercerita Ada Rektor Diintimidasi untuk Puji Pemerintahan Jokowi

Beberapa kampus yang mendeklarasikan seruan moral pemilu dan demokrasi diintimidasi. Rektornya diminta buat pernyataan.

Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
· 2 menit baca
Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, di acara Tabrak Prof! Yogyakarta, Senin (5/2/2024). Tabrak Prof! adalah acara dialog interaktif antara Mahfud dengan warga dan pendukungnya.
DIAN DEWI PURNAMASARI

Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, di acara Tabrak Prof! Yogyakarta, Senin (5/2/2024). Tabrak Prof! adalah acara dialog interaktif antara Mahfud dengan warga dan pendukungnya.

YOGYAKARTA, KOMPAS — Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, menyebut bahwa sejumlah kampus yang akan mendeklarasikan seruan moral terkait pemilu dan demokrasi mendapatkan intimidasi dari pihak tertentu. Aktivis hak asasi manusia, Asfinawati, menyebut segala bentuk intimidasi melanggar kebebasan akademik dan peran pengabdian kampus terhadap masyarakat.

Mahfud MD seusai acara dialog interaktif Tabrak Prof! di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (5/2/2024), mengatakan, ia mendapatkan laporan dari beberapa rektor yang diminta membuat pernyataan yang menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo adalah seorang negarawan yang baik, berhasil mengatasi krisis pandemi Covid-19, dan menjalankan pemilu dengan baik. Beberapa rektor pun membuat pernyataan resmi yang kalimatnya terlihat template atau sama satu dengan yang lainnya.

”Lalu ada yang tidak mau diminta seperti itu adalah Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Dia memberi tahu kepada kami bahwa memang ada yang menyuruh membuat pernyataan itu,” kata Mahfud.

Mahfud menilai, membuat pernyataan tandingan dari petisi rektor-rektor yang lain itu kurang sehat karena berpotensi memecah belah masyarakat dan kampus. Kampus dilindungi oleh kebebasan akademik yang harus dihormati.

”Di era otoriter Soeharto pun, kebebasan mimbar akademik itu masih relatif cukup didengarkan dan masih berwibawa,” kata Mahfud.

Di era otoriter Soeharto pun, kebebasan mimbar akademik itu masih relatif cukup didengarkan dan masih berwibawa.

Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo membacakan pernyataan sikap terkait kondisi terkini menjelang Pemilu 2024 di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024). Civitas akademika UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi, hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat terutama korupsi, kolusi dan nepotisme. Civitas akademika UI juga mengecam segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi, menuntut hak pilih rakyat dalam Pemilu 2024 dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan, berlangsung jujur dan adil.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo membacakan pernyataan sikap terkait kondisi terkini menjelang Pemilu 2024 di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024). Civitas akademika UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi, hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat terutama korupsi, kolusi dan nepotisme. Civitas akademika UI juga mengecam segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi, menuntut hak pilih rakyat dalam Pemilu 2024 dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan, berlangsung jujur dan adil.

59 kampus sudah bersikap

Sebelumnya, saat ditanya oleh seorang mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia tentang fenomena seruan moral atau petisi rektor-rektor dan sivitas akademika di kampus, menurut Mahfud, hingga Senin sore sudah ada 59 perguruan tinggi yang menyatakan sikap. Ia berterima kasih kepada Universitas Gadjah Mada yang memulai seruan moral tersebut.

Iklan

Tapi, tidak apa-apa, gerakan ini semakin ditekan akan semakin menggelombang.

Namun, setelah ramai petisi dan seruan moral selamatkan pemilu dan demokrasi itu, Mahfud juga mendengar ada semacam operasi kepada rektor-rektor universitas lain agar menyatakan bahwa demokrasi saat ini bermartabat. Para rektor ini didekati agar menyatakan sikap yang berbeda.

”Tapi, tidak apa-apa, gerakan ini semakin ditekan akan semakin menggelombang,” ucap Mahfud.

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Prof Koentjoro (tengah) membacakan Petisi Bulaksumur di Balairung UGM, Yogyakarta, Rabu (31/1/2024). Petisi yang disusun oleh sivitas akademika UGM yang tergabung dalam Mimbar Akademik itu berisi keprihatinan yang mendalam terhadap tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini dan tingkat yang menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial. Melalui petisi itu, segenap sivitas akademika UGM meminta, mendesak, dan menuntut segenap aparat penegak hukum dan semua pejabat negara dan aktor politik yang berada di belakang Presiden Joko Widodo, termasuk Presiden sendiri, untuk segera kembali pada koridor demokrasi, serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Prof Koentjoro (tengah) membacakan Petisi Bulaksumur di Balairung UGM, Yogyakarta, Rabu (31/1/2024). Petisi yang disusun oleh sivitas akademika UGM yang tergabung dalam Mimbar Akademik itu berisi keprihatinan yang mendalam terhadap tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini dan tingkat yang menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial. Melalui petisi itu, segenap sivitas akademika UGM meminta, mendesak, dan menuntut segenap aparat penegak hukum dan semua pejabat negara dan aktor politik yang berada di belakang Presiden Joko Widodo, termasuk Presiden sendiri, untuk segera kembali pada koridor demokrasi, serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial.

Langgar kebebasan akademik dan pengabdian

Aktivis HAM dan demokrasi, Asfinawati, berpandangan, salah satu mandat dari kampus adalah mengabdi kepada masyarakat. Saat masyarakat merasakan bahwa ada kejanggalan dalam pemilu karena campur tangan kekuasaan yang sulit dibendung, kampus mempunyai tanggung jawab moral untuk menyuarakannya demi publik.

Kampus adalah tempat para pemikir dan intelektual yang harus melihat persoalan secara jernih, obyektif, dan sesuai bidang keilmuan.

Undang-undang juga menempatkan pengabdian masyarakat setara dengan fungsi pendidikan dan riset. Karena itu, peran pengabdian masyarakat ini juga penting.

”Undang-undang juga menempatkan pengabdian masyarakat setara dengan fungsi pendidikan dan riset. Karena itu, peran pengabdian masyarakat ini juga penting,” kata Asfinawati.

Bersama segenap sivitas akademika, Rektor Mulyanto Nugroho memmimpin pernyataan sikap ”Seruan Kebangsaan Kampus Merah Putih” di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) , Surabaya, Jawa Timur, Senin (5/2/2024). Salah satu seruan dalam pernyataan sikap di Untag adalah menolak politik dinasti dan intimidasi. Sejumlah gerakan pernyataan sikap terkait situasi politik menjelang Pemilu 2024 yang dianggap keluar dari jalur demokrasi dan reformasi dilakukan di sejumlah kampus di Surabaya.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Bersama segenap sivitas akademika, Rektor Mulyanto Nugroho memmimpin pernyataan sikap ”Seruan Kebangsaan Kampus Merah Putih” di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) , Surabaya, Jawa Timur, Senin (5/2/2024). Salah satu seruan dalam pernyataan sikap di Untag adalah menolak politik dinasti dan intimidasi. Sejumlah gerakan pernyataan sikap terkait situasi politik menjelang Pemilu 2024 yang dianggap keluar dari jalur demokrasi dan reformasi dilakukan di sejumlah kampus di Surabaya.

Baca juga: Kampus Serukan Keprihatinan atas Kontestasi Pemilu 2024

Jika benar terjadi intimidasi kepada rektor-rektor yang bersuara kritis terhadap fenomena pemilu dan demokrasi, menurut Asfinawati, hal itu jelas-jelas melanggar setidaknya dua hal. Pertama, melanggar kebebasan akademik dan, kedua, melanggar peran pengabdian masyarakat yang telah menjadi mandat kampus.

”Hal itu tidak bisa dibiarkan dan harus dilawan,” ucap Asfinawati.

Editor:
SUHARTONO
Bagikan