logo Kompas.id
Politik & HukumUniversitas Malikussaleh...
Iklan

Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Serukan Penyelamatan Demokrasi

Para akademisi, kelompok perempuan, dan disabilitas di Aceh mengajak publik mengawal Pemilu 2024.

Oleh
ZULKARNAINI
· 2 menit baca
Elemen masyarakat sipil dari orang muda, disabilitas, dan perempuan Aceh menyampaikan sikap untuk mendorong pemilu jujur dan adil, Senin (5/2/2024), di Banda Aceh.
DOK HABIBI

Elemen masyarakat sipil dari orang muda, disabilitas, dan perempuan Aceh menyampaikan sikap untuk mendorong pemilu jujur dan adil, Senin (5/2/2024), di Banda Aceh.

LHOKSEUMAWE, KOMPAS — Sivitas akademika dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh, menyatakan keprihatinan mereka terhadap kondisi politik yang sedang berlangsung di Indonesia. Mereka mengajak publik untuk mengawal pemilu agar berjalan jujur dan adil sehingga demokrasi Indonesia terselamatkan.

Pernyataan sikap itu dibacakan bersama oleh sivitas akademika kampus tersebut, Senin (5/2/2024), di Kota Lhokseumawe. Universitas Malikussaleh adalah kampus pertama di Aceh yang menyampaikan sikap keprihatinan terhadap kondisi politik di Tanah Air saat ini.

Juru bicara deklarasi, Suadi, mengatakan, kondisi politik nasional menghadapi Pemilu 2024 dipenuhi ketegangan seiring dengan mendekatnya hari pemungutan suara. Menurut Suadi, proses pemilu serentak yang dijadwalkan sebagai pemilihan serentak terbesar dalam sejarah ternyata diwarnai oleh berbagai masalah yang merugikan integritas bangsa.

Baca juga: Pemilu Jujur, Damai, dan Pemimpin Bersih Menjadi Harapan Pemilih Muda

Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi membuat kondisi semakin tegang. Dalam putusan MK no 90/PUU-XXI/2023 terungkap adanya permasalahan prosedural etik yang akut. Sebagai konsekuensinya, ketua MK yang memuluskan putusan tersebut dihukum dengan pemberhentian dari jabatannya.

Masalah ini memberikan dampak signifikan terhadap jalannya Pemilu 2024 dan memicu keraguan terhadap integritas proses demokrasi. Praktik kampanye dan politik menjelang hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024 pun dipenuhi dengan perasaan yang tidak melegakan.

https://cdn-assetd.kompas.id/7RvNIvKiALWVvS8iY_8guuSyxhg=/1024x1055/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F09%2F990fe715-4004-46c4-99d1-aa9dbff833ee_png.png

”Praktik kampanye dan politik menjelang hari H, 14 Februari 2024, dipenuhi perasaan yang tidak melegakan. Ada banyak pelanggaran terjadi selama kampanye pemilu,” kata Suadi.

Iklan

Untuk mencapai pemilu yang bersih, Suadi mengatakan, pemerintah harus netral, TNI-Polri harus memastikan keamanan yang kondusif, dan penyelenggara harus bekerja profesional.

”Sesuai dengan harapan KPU menjadikan Pemilu 2024 sebagai sarana integrasi bangsa dan tagline Bawaslu menegakkan keadilan pemilu,” kata Suadi.

Selain itu, Suadi mengajak masyarakat Indonesia untuk menggunakan hak pilih sesuai hati nurani tanpa ada intervensi orang lain.

Sikap Presiden yang terang-terangan berpihak kepada anaknya, membangun politik dinasti, bahkan dengan cara mempermainkan aturan jelas memberi contoh buruk berkembangnya politik dinasti. (Rizki Amanda)

Baca juga: Pemilu 2024 Menjadi Ujian Netralitas ASN

Pada hari yang sama, di Kota Banda Aceh, elemen masyarakat sipil dari orang muda, disabilitas, dan perempuan Aceh juga menyampaikan sikap terhadap kondisi politik dan demokrasi Indonesia saat ini.

Koordinator dalam Koalisi Elemen Sipil Aceh untuk Pemilu Jujur dan Adil, Rizki Amanda, mengatakan, pemerintah secara nasional hingga ke pemerintahan desa harus netral agar pemilih dapat menentukan pilihan sesuai hati nurani. Mereka menilai Presiden Joko Widodo telah memberikan contoh yang tidak baik karena secara terang-terangan berpihak kepada pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Koalisi Kawal Pemilu Bersih menggelar aksi untuk memprotes dua peraturan KPU yang dinilai memberi karpet merah kepada bekas terpidana korupsi untuk mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2024, Minggu (28/5/2023). KPU menafsirkan putusan MK bahwa bekas terpidana korupsi tak perlu menunggu masa jeda hingga lima tahun jika putusan pencabutan hak politik oleh pengadilan kurang dari lima tahun.
KOLEKSI PERLUDEM

Koalisi Kawal Pemilu Bersih menggelar aksi untuk memprotes dua peraturan KPU yang dinilai memberi karpet merah kepada bekas terpidana korupsi untuk mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2024, Minggu (28/5/2023). KPU menafsirkan putusan MK bahwa bekas terpidana korupsi tak perlu menunggu masa jeda hingga lima tahun jika putusan pencabutan hak politik oleh pengadilan kurang dari lima tahun.

”Sikap Presiden yang terang-terangan berpihak kepada anaknya, membangun politik dinasti, bahkan dengan cara mempermainkan aturan jelas memberi contoh buruk berkembangnya politik dinasti,” kata Rizki.

Oleh karena itu, mereka mendorong KPU agar memastikan pemilu berjalan adil dan jujur. ”Kami juga mengajak berbagai elemen masyarakat untuk memantau pemilu dengan pengumpulan dan pendokumentasian berbagai peristiwa kecurangan dan sekaligus pelaporan pelanggaran,” kata Rizki.

Baca juga: Melawan Politik Uang, Perkuat Pengawasan Partisipatif

Editor:
RINI KUSTIASIH
Bagikan