logo Kompas.id
Politik & HukumFokus Penuhi Ekspektasi...
Iklan

Fokus Penuhi Ekspektasi Pemilih, Debat Capres Terakhir Dinilai Luput Bahas Persoalan Mendasar

Peneliti CSIS menilai tidak ada keunggulan dari debat terakhir capres dibandingkan empat debat sebelumnya.

Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
· 4 menit baca
Suasana di atas panggung debat putaran kelima calon presiden dalam rangkaian Pemilu 2024, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana di atas panggung debat putaran kelima calon presiden dalam rangkaian Pemilu 2024, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Alih-alih merebut simpati pemilih yang belum menentukan pilihan atau berpotensi mengubah pilihannya, para calon presiden dinilai menggunakan momen debat terakhir untuk mempertahankan para pemilihnya. Karena itu, substansi gagasan yang disampaikan cenderung fokus hanya pada hal-hal yang ingin didengarkan oleh segmen pemilih tertentu. Persoalan mendasar yang menjadi perhatian publik secara umum tidak menjadi perhatian.

Debat capres pada Minggu (4/2/2024) itu mengangkat tema kesejahteraan sosial serta pembangunan sumber daya manusia dan inklusi. Enam subtema yang diperdebatkan meliputi pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kebudayaan, teknologi informasi, serta kesejahteraan sosial dan inklusi.

Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta, Beltsazar Krisetya, Senin (5/2/2024), mengatakan, tidak ada keunggulan dari debat calon presiden (capres) terakhir yang berlangsung di Jakarta jika dibandingkan dengan rangkaian dua debat capres dan dua debat calon wakil presiden (cawapres) sebelumnya.

Pada Minggu malam, saling uji gagasan dan perdebatan mengenai detail visi dan misi para kandidat minim terjadi. Ketiga capres terlihat mengurangi gimik serta tidak menonjolkan gaya saling serang. Alih-alih saling serang, baik Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, ataupun Prabowo Subianto kerap menyatakan setuju atas gagasan yang disampaikan satu sama lain. Bahkan, antara Anies dan Ganjar terlihat ada kekompakan yang terbangun dalam narasi yang sama, yakni mengkritik pemerintahan saat ini.

Menurut Beltsazar, itu terjadi karena para kandidat tengah berupaya mempertahankan ceruk suara pemilih yang sudah didapatkan. Selain itu, debat juga dinilai masih bisa memengaruhi pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters). Namun, kecil kemungkinan hasil debat bisa mengubah pilihan pemilih mengambang (swing voters).

”Kita memahami perhitungan elektoral yang mengakibatkan debat tidak (banyak) mendiskusikan kebijakan, tetapi lebih (sering) mengucapkan kata-kata yang ingin didengar pemilih dan menyapa sebanyak-banyaknya kelompok masyarakat,” kata Beltsazar dalam acara CSIS Media Briefing: Menanggapi Debat Kelima Capres-Cawapres 2024, di Jakarta.

Baca juga: Hasil Debat Capres Terakhir Dinilai Tidak Terlalu Mengubah Pilihan Pemilih

Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Adinova Fauri; peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Beltsazar Krisetya; dan Wakil Direktur Eksekutif Bidang Operasional CSIS Medelina K Hendytio (dari kiri ke kanan), dalam acara CSIS Media Briefing: Menaggapi Debat Kelima Capres-Cawapres 2024, di Jakarta, Senin (5/2/2024).
KURNIA YUNITA RAHAYU

Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Adinova Fauri; peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Beltsazar Krisetya; dan Wakil Direktur Eksekutif Bidang Operasional CSIS Medelina K Hendytio (dari kiri ke kanan), dalam acara CSIS Media Briefing: Menaggapi Debat Kelima Capres-Cawapres 2024, di Jakarta, Senin (5/2/2024).

Wakil Direktur Eksekutif Bidang Operasional CSIS Medelina K Hendytio mengatakan, kecenderungan untuk mementingkan aspek elektoral terlihat dalam perdebatan subtema pendidikan. Para capres berulang kali menekankan untuk mengangkat guru honorer menjadi aparatur sipil negara (ASN).

”Pengangkatan guru honorer pasti menjadi tema para capres setiap lima tahun untuk meningkatkan elektabilitas, meningkatkan pemilih, tetapi sebetulnya tidak memecahkan masalah yang mendasar,” katanya.

Medelina memandang, akar dari masalah kesejahteraan dan kompetensi guru adalah sistem perekrutan guru. Selama ini, perekrutan guru dilakukan melalui jalur berbeda-beda, ada yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah. Tiga jalur itu menggunakan kriteria penerimaan berbeda, begitu pula standar penghasilan yang diberikan.

Oleh karena itu, tanpa mengubah sistem perekrutan tersebut, persoalan kesejahteraan dan kompetensi guru masih akan berkutat pada masalah yang sama meski setiap capres menjanjikan untuk mengangkat pegawai honorer menjadi ASN.

Pengangkatan guru honorer pasti menjadi tema para capres setiap lima tahun untuk meningkatkan elektabilitas, meningkatkan pemilih, tetapi sebetulnya tidak memecahkan masalah yang mendasar.

Selain itu, menurut Medelina, hampir seluruh gagasan mengenai pendidikan yang disampaikan ketiga kandidat adalah ide-ide yang sudah dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo selama dua periode terakhir. Selama itu pula, kebijakan pendidikan yang ada terbukti belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Iklan

”Yang belum ditonjolkan adalah perspektif ke depan karena tantangannya akan sangat berbeda. Misalnya, pengaruh teknologi informasi, transformasi digital, pergeseran demografi kita, kecenderungan internasional atau global, serta kondisi lokal daerah yang semakin berbeda itu kurang diantisipasi,” ujarnya.

Ekspresi calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, saat di atas panggung debat putaran kelima calon presiden Pemilu 2024, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ekspresi calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, saat di atas panggung debat putaran kelima calon presiden Pemilu 2024, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).

Catatan Kompas, intensi untuk menyasar pemilih tertentu juga tampak dari program-program yang diangkat kandidat ataupun pertanyaan yang diajukan kandidat. Anies, misalnya, mengangkat soal pemberdayaan dan perlindungan bagi perempuan saat bertanya kepada Prabowo. Prabowo berulang menonjolkan programnya memberi makan bergizi untuk seluruh anak Indonesia untuk mencegah tengkes atau stunting dan angka kematian ibu.

Pemilih perempuan di Pemilu 2024 mencapai separuh lebih atau sebanyak 102,58 juta pemilih, lebih banyak dari pemilih laki-laki yang sebanyak 102,21 juta pemilih.

Adapun Ganjar mengangkat pertanyaan terkait bansos sambil mengkritisi pembagian bansos yang marak belakangan ini yang seolah seperti diklaim milik perorangan atau kelompok dan penyaluran bansos yang kerap salah sasaran. Ia juga beberapa kali mengangkat soal seruan moral dari sivitas akademika di sejumlah kampus terkait perkembangan politik jelang pemilu. Adapun dua isu ini belakangan marak dikritisi kelompok prodemokrasi.

Tak bahas sorotan publik

Menurut Beltsazar, format debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menyebabkan publik kesulitan menangkap gagasan besar para capres pada setiap tema. Setiap pertanyaan yang diberikan tidak mengarah pada payung besar permasalahan, tetapi membuat isu-isu terkait menjadi semakin sektoral atau teknis.

Dengan begitu, konsistensi pandangan setiap kandidat pada tema tertentu tak bisa dilihat karena mereka juga umumnya menjawab pertanyaan dengan memberikan contoh-contoh kasus.

Ekspresi calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, saat di atas panggung debat putaran kelima calon presiden Pemilu 2024, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ekspresi calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, saat di atas panggung debat putaran kelima calon presiden Pemilu 2024, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).

Tak hanya itu, sejumlah persoalan mendasar terkait dengan tema debat juga luput dari pembahasan. Soal kedaulatan digital, misalnya, para kandidat hanya fokus pada kontrol negara atas infrastruktur digital dan data.

Padahal, perkembangan teknologi informasi tidak bisa dilepaskan dari ekosistem global sehingga Indonesia harus bisa menunjukkan keunggulan lain di tengah tiga kekuatan besar yang sudah menguasai aspek perangkat keras, perangkat lunak, dan regulasi digital.

Begitu juga tentang akurasi dan harmonisasi data, para capres dinilai tak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai sejumlah inisiatif yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini sehingga tak bisa mengoreksi kekurangannya.

Adapun tentang ketimpangan digital, capres masih sebatas memandang soal aksesibilitas, padahal keterjangkauan harga internet di Indonesia juga masih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Adinova Fauri, mengatakan, baik Anies, Ganjar, maupun Prabowo juga luput memperdebatkan isu-isu yang justru menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir. Di bidang ketenagakerjaan, misalnya, tak ada pembahasan soal kontroversi Undang-Undang Cipta Kerja, sistem kerja kontrak, upah minimum, dan hubungan kemitraan perusahaan dan pekerja di tengah perkembangan teknologi.

Ekspresi calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, saat di atas panggung debat putaran kelima calon presiden Pemilu 2024, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ekspresi calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, saat di atas panggung debat putaran kelima calon presiden Pemilu 2024, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2023).

Persoalan struktural, seperti partisipasi angkatan kerja perempuan dan pengangguran usia muda, juga tak dibahas. Padahal, jumlah pengangguran angkatan muda mencapai 13 persen, lebih tinggi dari angka rata-rata nasional. Mengenai angkatan kerja perempuan, Anies memang sempat membahas soal pemberdayaan perempuan, misalnya, soal akses day care untuk mengurangi beban perempuan yang bekerja.

”Tetapi, perdebatan di publik soal isu yang sedang hangat tidak dibahas, misalnya, soal perpanjangan cuti melahirkan atau cuti melahirkan untuk suami. Padahal, dalam setahun ke belakang itu cukup ramai di publik,” tutur Adinova.

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan