Guru Besar USU Minta Aparat Negara Jaga Netralitas
Guru besar Universitas Sumatera Utara menyampaikan keprihatinan atas kondisi bangsa. Presiden diminta menjaga etika.
MEDAN, KOMPAS — Sejumlah guru besar Universitas Sumatera Utara menyampaikan keprihatinan atas rusaknya nilai etika dan perilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjelang Pemilihan Umum 2024. Mereka meminta Presiden Joko Widodo, TNI dan Polri, penyelenggara pemilu, dan semua jajaran pemerintah menjaga pemilihan yang adil, jujur, dan menjunjung netralitas.
”Untuk menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara, kami guru besar, dosen, dan alumni Universitas Sumatera Utara (USU) menyampaikan keprihatinan pada kondisi bangsa saat ini,” kata Guru Besar Fakultas Hukum USU Ningrum Natasya Sirait, di Gedung Pancasila USU, Senin (5/2/2024).
Tiga poin pernyataan sikap itu dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Teknik USU Nurlisa Ginting. Pertama, mereka meminta agar Presiden Joko Widodo bersama semua jajarannya dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah untuk bersikap netral dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
”Kedua, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu harus tetap netral, jujur, adil, serta mencegah terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024,” kata Nurlisa.
Baca juga: Ajakan Mengawasi Pemilu Jujur dan Adil Makin Bergaung dari Kampus
Ketiga, guru besar USU juga meminta agar aparat TNI dan Polri tetap netral dan bekerja secara profesional dan maksimal untuk menjaga keamanan dan ketertiban selama Pemilu 2024.
Mantan Rektor USU yang juga Guru Besar FH USU Runtung Sitepu menyebut, para guru besar di USU terpanggil secara moral untuk mengingatkan agar pemilu dapat dilaksanakan dengan menjaga etika dan jauh dari kecurangan. Dia menyebut, pelanggaran berat terkait kode etik oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam putusan batas usia calon presiden dan wakil presiden mengindikasikan pemilu yang tidak adil.
”Kemudian, yang terbaru, hari ini Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu mengatakan ketua dan anggota KPU melanggar etik terkait tindak lanjut atas putusan MK itu. Ini menunjukkan apa yang disampaikan di berbagai kampus tidak mengada-ada bahwa pemilu dimulai dengan cara yang tidak adil,” tutur Runtung.
Para guru besar di USU terpanggil secara moral untuk mengingatkan agar pemilu dapat dilaksanakan dengan menjaga etika dan jauh dari kecurangan.
Kondisi itu, kata Runtung, membuat para guru besar merasa perlu mengingatkan Presiden dan jajaran pemerintahannya. Semua pihak harus menjaga dan menghormati pemilu supaya masyarakat menerima hasil pemilu, siapa pun yang menang dari ketiga calon presiden.
Runtung menyebut, gerakan para guru besar itu tidak terkait dengan dukungan kepada calon presiden atau partai politik mana pun. Sebagai intelektual, mereka hanya ingin mendorong agar kehidupan demokrasi di Indonesia tetap dijaga.
Dalam beberapa hari terakhir ini, sejumlah kampus di Tanah Air terus menyampaikan seruan keprihatinan terkait dengan kondisi demokrasi yang dinilai terkoyak. Seruan keprihatinan, antara lain, disampaikan sivitas akademika Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, dan Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan Universitas Andalas di Kota Padang, Sumatera Barat.
Keprihatinan hampir senada juga disuarakan sivitas akademika Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta, juga sejumlah kelompok masyarakat sipil.
Dengan mengenakan jubah toga lengkap, anggota Dewan Guru Besar UI menyampaikan pesan kebangsaan sivitas akademika UI bertajuk ”Genderang Universitas Indonesia Bertalu Kembali”. Ketua Dewan Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo menyampaikan, menjelang Pemilu 2024, mereka terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa, dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak (Kompas.id, 3/2/2024).
Baca juga: Guru Besar Serukan Selamatkan Demokrasi agar Pemilu Adil