logo Kompas.id
Politik & HukumSTFT Jakarta Minta Jaminan...
Iklan

STFT Jakarta Minta Jaminan Pemilu 2024 Berlangsung “Jurdil”

Pemilu 2024 adalah pesta demokrasi yang seharusnya berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa.

Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
· 4 menit baca
Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta Binsar Jonathan Pakpahan saat membacakan pernyataan sikap STFT Jakarta untuk Pemilihan Umum 2024 yang beretika dan berintegritas di Jakarta, Minggu (4/2/2024).
TANGKAPAN LAYAR KANAL YOUTUBE SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTA

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta Binsar Jonathan Pakpahan saat membacakan pernyataan sikap STFT Jakarta untuk Pemilihan Umum 2024 yang beretika dan berintegritas di Jakarta, Minggu (4/2/2024).

JAKARTA, KOMPAS – Sivitas akademika Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta meminta Presiden Joko Widodo dan jajarannya menjamin pemilu yang jujur dan adil, tidak memihak, menegakkan hukum sepenuhnya. Selain itu juga menjunjung etika dan integritas, serta tidak memanfaatkan lembaga kepresidenan untuk mendukung pasangan calon tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

”Kedua, kami meminta penghentian penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan pencalonan di pemilu, termasuk politisasi bantuan sosial yang pada dasarnya diambil dari rakyat untuk membantu rakyat yang paling membutuhkan,” kata Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta, Binsar Jonathan Pakpahan di Jakarta, Minggu (4/2/2024).

Ketiga, sivitas STFT Jakarta juga mengingatkan semua penyelenggara negara untuk tidak berpihak kepada pasangan calon mana pun selain kepada bangsa dan negara.

”Pemilu 2024 perlu menjaga keluhuran bangsa dan negara yang beradab serta mendapat legitimasi dari rakyat. Selain kepada hukum dan prinsip demokrasi, Anda juga bertanggung jawab kepada Tuhan,” ujar Binsar.

Keempat, seluruh masyarakat Indonesia diajak mendoakan dan menjadi saksi untuk memastikan pemilihan umum yang langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain itu masyarakat juga didorong memilih calon dan atau partai yang cakap, cinta akan Tuhan, dapat dipercaya, benci kepada suap, serta menjunjung tinggi kebenaran, etika, integritas, dan berpihak kepada rakyat kecil.

Baca juga: Bawaslu Apresiasi Seruan Moral dari Kampus, Janji Jaga Pemilu Jujur Adil

Warga melintas di dekat mural bertema Pemilu 2024 di kawasan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (28/1/2024).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Warga melintas di dekat mural bertema Pemilu 2024 di kawasan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (28/1/2024).

Binsar menuturkan, Pemilu 2024 pada Rabu, (14/2/2024) bertepatan dengan hari pertama masa Prapaskah dalam tradisi Kekristenan, yang dikenal sebagai Rabu Abu. Abu yang diusapkan di dahi mengingatkan manusia akan kefanaan hidup karena dia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu, memanggil semua untuk bertobat dan kembali kepada kebenaran yang diajarkan-Nya.

”Seruan ini juga adalah panggilan pertobatan untuk kembali ke jalan kebenaran, menuju bangsa yang bermartabat. Demikianlah pernyataan ini kami buat sebagai suara nurani kami sebagai sivitas akademika Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta. Kiranya Tuhan menolong rakyat Indonesia,” kata Binsar.

Baca juga: Memahami Kegelisahan di Balik Gelombang Seruan Para Akademisi

Mengawali pembacaan seruan tersebut, Binsar menuturkan bahwa Pemilu 2024 adalah pesta demokrasi yang seharusnya berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa.

Cita-cita dimaksud yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pengendara sepeda motor melintasi mural berisi ajakan untuk memilih dalam pemilu 2024 di Jalan Cakung Cilincing Barat, Jakarta Timur, Jumat (29/12/2023).
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Pengendara sepeda motor melintasi mural berisi ajakan untuk memilih dalam pemilu 2024 di Jalan Cakung Cilincing Barat, Jakarta Timur, Jumat (29/12/2023).

Binsar mengatakan, demokrasi menjadi sistem yang dipilih bersama untuk mencapai tujuan tersebut, dengan harga mahal Reformasi 1998. Bangsa Indonesia merindukan pemimpin yang menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang menaruh kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan.

”Sayangnya, kami melihat beberapa tindakan yang melawan hati nurani dan tidak sesuai dengan semangat yang menjiwai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pertama, pencalonan wakil presiden yang diputuskan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi No 90/PUU-XXI/2023, yang kemudian terbukti melanggar kode etik, tetapi keputusannya tidak bisa dibatalkan,” ujar Binsar.

Iklan

Baca juga: Ketua MK Anwar Usman Dijatuhi Sanksi Berat, Diberhentikan hingga Dilarang Mengadili

Kedua, pembagian bantuan sosial berupa beras dan lain-lain serta bantuan langsung tunai, yang diberitakan di media disebutkan oleh beberapa menteri sebagai bantuan Presiden Jokowi, yang diduga bertujuan mendukung pasangan calon tertentu, sementara semua itu adalah uang rakyat.

”Ketiga, ditengarai ada pengarahan aparatur negara untuk mendukung paslon tertentu dan melakukan tindak kekerasan, yang terlihat juga dari beberapa berita di media. Atas krisis etika dan integritas kepemimpinan tersebut, kami ingin menyatakan suara hati nurani kami,” kata Binsar.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat memenuhi panggilan Sidang Etik dengan agenda pemeriksaan dirinya sebagai terlapor oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat memenuhi panggilan Sidang Etik dengan agenda pemeriksaan dirinya sebagai terlapor oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Tidak memihak

Sebelum Binsar membacakan seruan sivitas akademika STFT Jakarta, secara berurutan disampaikan pula suara keprihatinan dari wakil senat dosen STFT Jakarta, wakil alumni dan alumnae, serta wakil mahasiswi-mahasiswa STFT Jakarta.

Kami meminta Presiden Joko Widodo dan jajarannya untuk menjamin pemilu yang jujur dan adil (atau) imparsial, tidak memihak (atau) netral, menegakkan hukum sepenuhnya, menjunjung etika dan integritas, serta tidak memanfaatkan lembaga kepresidenan untuk mendukung paslon tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menyebut bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak, tetapi yang paling penting, tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Sehubungan apakah akan melakukannya atau tidak, hal itu tergantung setiap individu.

Demikian disampaikan Presiden Jokowi saat menjawab pertanyaan awak media terkait adanya pandangan sejumlah menteri yang tidak ada hubungan dengan politik, tetapi menjadi tim sukses, di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

”Itu, kan, hak demokrasi, hak politik setiap orang. (Hak) Setiap menteri, sama saja. (Hal) yang paling penting, presiden itu boleh loh kampanye, presiden itu boleh loh memihak. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Presiden Jokowi.

Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media seusai acara penyerahan pesawat di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO

Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media seusai acara penyerahan pesawat di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Baca juga: Presiden Membolehkan Kampanye, Wapres Tegaskan Tidak Memihak

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut kemudian memantik kritik dari berbagai kalangan di Tanah Air. Menanggapi kritik masyarakat, Presiden Jokowi kemudian memberikan pernyataan yang direkam di Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat, Jumat (26/1/2024). Pada kesempatan itu Kepala Negara bahkan sempat menunjukkan kertas bertuliskan UU Pemilu dan Pasal 299 UU Nomor 7 Tahun 2017.

”Itu, kan, ada pertanyaan dari wartawan mengenai menteri boleh kampanye atau tidak. Saya sampaikan ketentuan dari peraturan perundang-undangan, ini saya tunjukin, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 jelas menyampaikan di Pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Jelas,” kata Presiden Jokowi.

Sementara itu, saat ditanya awak media mengenai adanya pandangan bantuan sosial dipolitisasi, Presiden Jokowi menyebut bahwa bantuan sosial tersebut sudah berlangsung sejak dulu. ”Oh, udah dari dulu. Ini, kan, sudah dari September,” kata Presiden Jokowi di sesi keterangan pers seusai membuka Kongres XVI Gerakan Pemuda Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (2/2/2024).

Baca juga: Bansos ”Digoreng” Dadakan, Uangnya dari Mana?

Presiden Jokowi mengatakan, semua bantuan sosial tersebut sudah melalui persetujuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bukan hanya keputusan pemerintah. ”Itu semuanya, sekali lagi, itu, kan, sudah lewat mekanisme persetujuan di DPR, APBN itu. Jangan dipikir hanya keputusan kita sendiri, tidak seperti itu dalam mekanisme kenegaraan kita. Pemerintahan kita nggak seperti itu,” ujar mantan Wali Kota Surakarta tersebut.

Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media di sesi keterangan pers seusai membuka Kongres XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (2/2/2024).
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO

Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media di sesi keterangan pers seusai membuka Kongres XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (2/2/2024).

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan