Debat Terakhir Capres, Publik Menunggu Kebijakan Konkret 100 Hari Pertama
Di debat kelima, publik menunggu langkah taktis dari capres untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dan pendidikan.
”
JAKARTA, KOMPAS — Ketiga calon presiden perlu menunjukkan kebijakan konkret pada 100 hari pertama dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pendidikan saat debat capres, Minggu (4/2/2024) malam. Langkah taktis dalam menjawab isu-isu yang dekat dengan kehidupan pemilih diyakini bisa menggaet dukungan dari pemilih bimbang.
Rangkaian debat capres-cawapres telah memasuki putaran terakhir yang mengangkat tema kesejahteraan sosial serta pembangunan sumber daya manusia dan inklusi. Adapun enam subtema yang diperdebatkan meliputi pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kebudayaan, teknologi informasi, serta kesejahteraan sosial dan inklusi.
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, di Jakarta, Minggu (4/2/2024), menilai, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo perlu mengelaborasi kebijakan yang konkret untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pendidikan. Sebab, kedua isu tersebut merupakan isu yang dekat dengan kehidupan pemilih.
Kedua isu itu yang paling banyak ditunggu pemilih. Jajak pendapat Litbang Kompas pada 29 Januari-2 Februari menunjukkan, 27,2 persen pemilih mengharapkan capres membahas isu ketenagakerjaan. Sementara itu, 25,6 persen pemilih mengharapkan capres membahas isu pendidikan.
Menurut Wasis, publik menunggu langkah taktis dari capres untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dan pendidikan. Oleh karena itu, ketiga capres perlu menunjukkan kebijakan konkret yang akan dilakukan dalam 100 hari pertama pemerintahan untuk menyelesaikan kedua isu tersebut. Beberapa hal perlu dielaborasi adalah perlindungan kerja bagi pekerja sektor informal, perbaikan infrastruktur, dan kualitas layanan pendidikan.
”Jawaban dari capres terhadap isu-isu keseharian dapat meyakinkan pemilih bimbang maupun memantapkan pilihan pemilih yang sudah menentukan pilihan karena berdampak langsung pada kehidupan,” ujarnya.
Baca juga: Debat Terakhir Capres, Isu Ketenagakerjaan dan Pendidikan Paling Dinanti Publik
Dalam dokumen visi dan misi, ketiga capres menawarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pendidikan. Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berjanji menciptakan minimal 15 juta lapangan pekerjaan baru, termasuk pekerjaan ramah lingkungan (green jobs) pada 2025-2029. Mereka juga akan memberi akses pendidikan berkeadilan, meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru, serta mengusahakan biaya pendidikan tinggi yang terjangkau.
Jawaban dari capres terhadap isu-isu keseharian dapat meyakinkan pemilih bimbang maupun memantapkan pilihan pemilih yang sudah menentukan pilihan karena berdampak langsung pada kehidupan.
Sementara itu, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berjanji menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya dengan mengutamakan tenaga kerja lokal untuk mengurangi tingkat pengangguran. Di sektor pendidikan, mereka akan melanjutkan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan memperluas cakupannya hingga ke pesantren dan perguruan tinggi. Selain itu, memberikan beasiswa untuk putra-putri petani, nelayan, guru, dan buruh agar dapat melanjutkan pendidikan ke S-1 hingga S-3.
Adapun Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan membuka 17 juta lapangan pekerjaan baru. Keduanya juga berjanji akan memberikan wajib belajar 12 tahun secara gratis serta menjalankan program satu sarjana untuk satu keluarga miskin.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti, mengatakan, capres harus menjelaskan implementasi kebijakan yang ditawarkan kepada masyarakat. Sebab, dalam empat debat terakhir, tidak ada pertanyaan terkait proses implementasi kebijakan yang ditanyakan panelis ataupun kandidat.
Padahal, berbagai rencana kebijakan yang ditawarkan kandidat tidak akan sendirinya menjadi Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Usulan kebijakan itu harus dibahas dan diputuskan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembahasan rancangan APBN.
Apalagi, Indonesia menganut sistem multipartai sehingga perlu dukungan kuat dari DPR untuk merealisasikan janji-janji politik capres-cawapres. ”Berdasarkan hasil kajian para ahli, termasuk pengalaman Indonesia selama ini, proses implementasi kebijakan publik dalam banyak hal lebih kompleks daripada proses pembuatan kebijakan,” katanya.