logo Kompas.id
Politik & HukumPerang Udara Medsos Membara...
Iklan

Perang Udara Medsos Membara Saat Debat Cawapres

Saat debat cawapres, media sosial X pun ikut membara. Seperti apa sentimen percakapan terkait tiga cawapres?

Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, KURNIA YUNITA RAHAYU
· 5 menit baca
Para calon wakil presiden tampil di babak terakhir dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Para calon wakil presiden tampil di babak terakhir dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

Debat keempat yang mempertemukan para calon wakil presiden di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024), berlangsung panas. Tak hanya panggung debat, suasana itu turut membara di dunia maya, tempat perang udara para pendukung terjadi.

Sepanjang pukul 19.00-22.00 di media sosial X, Drone Emprit merekam setidaknya terdapat 355.409 penyebutan (mention) terhadap nama-nama cawapres. Dari jumlah itu, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, disebut paling banyak, yakni 142.469 kali, tak jauh berbeda dengan cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar yaitu 141.293 kali. Sementara cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, 71.647 kali.

Meskipun banyak, penyebutan Gibran didominasi sentimen negatif, yakni 60 persen. Sementara sentimen positif 33 persen dan netral 7 persen. Cuitan terbanyak untuk Gibran cenderung bersentimen negatif, tetapi positif untuk calon lainnya.

”Gibran, please stop it. This whole trying to embarrass Cak Imin is embarassing TO YOU” cuit akun @nabiylarisfa yang hingga pukul 20.57 telah disukai 46.900 kali dan memiliki 394 balasan. Adapun kata-kata yang mendominasi cuitan terhadap Gibran adalah Tom Lembong, merendahkan, menghormati, menjebak, melecehkan, cringe, songong, savage, recehan, hilirisasi.

Analisis sentimen terhadap debat calon wakil presiden dari Drone Emprit.
DRONE EMPRIT

Analisis sentimen terhadap debat calon wakil presiden dari Drone Emprit.

Menurut pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, saat dihubungi, Senin (22/1/2024), terdapat satu kluster besar berwarna merah yang menandakan sentimen negatif di cuitan Gibran. Kluster ini mayoritas terdiri dari akun-akun netral. Ada juga kalangan pendukung Muhaimin dan media yang turut membahas dalam konteks negatif. Sementara kluster pro-Gibran cenderung sangat kecil dan dimotori oleh beberapa akun pemengaruh yang jumlahnya tidak banyak.

Selain itu, potongan video debat cawapres turut disebar lewat cuitan-cuitan. Video itu berisi Gibran yang menunjukkan gestur atau gerakan mencari sesuatu di sekitar podiumnya. Hal itu dinilai pengguna X sebagai tindakan yang tidak sopan. Mereka juga menyinggung pemilihan kata dan gaya komunikasi Gibran kepada dua cawapres lainnya.

Hal berbeda menimpa Muhaimin. Penyebutan namanya sebanyak 80 persen didominasi sentimen positif, sedangkan sentimen negatif hanya 6 persen dan netral sebesar 14 persen. Cuitan bernada positif itu muncul dari pendukung pribadinya dan kalangan netral.

Kalau di Tiktok cacian itu hanya ada di kolom komentar. Sementara di X, saat orang menyampaikan pendapatnya, bisa berbeda, bisa di- quote di- retweet banyak orang lainnya, di mana karakter mereka bisa dimatikan.

Dalam analisis keterhubungan sosial, terdapat dua kluster yang terlibat percakapan tentang Muhaimin. Kluster paling besar dari kalangan pendukungnya dan netral. Kluster kedua berpusat pada akun @DPNAminBalad yang memiliki interaksi besar dan terpisah dari kluster utama. Fahmi menduga kluster tersebut diamplifikasi oleh akun-akun robot.

Meskipun jumlah penyebutannya lebih sedikit, sentimen untuk Mahfud mayoritas positif, yakni dengan 79 persen percakapan positif. Sementara itu, hanya 12 persen sentimen negatif dan 9 persen netral. ”Walaupun eksposur medianya lebih rendah, pandangan terhadap Mahfud MD cenderung positif di antara mereka yang berbicara tentangnya,” kata Fahmi.

Baca juga: Di Debat Keempat Pilpres, Tingkat Kematangan Sikap Cawapres Terlihat

Salah satu cuitan populer terhadap Mahfud berasal dari akun @erasmus70. Ia menyebut, ”Pak Mahfud tegas, tak mau menjawab pertanyaan jebakan. Beliau tahu, apa pun jawabannya, tujuan dari Gibran adalah merendahkan bukan menguji pemikiran…”.

Dalam analisisnya, Drone Emprit menemukan satu kluster besar yang berwarna hijau, yakni sentimen positif dari cuitan untuk Mahfud. Mayoritas cuitan itu berasal dari kalangan pro-Muhaimin, Mahfud, dan netral.

Social Network Analysis dari akun yang terlibat perbincangan terhadap calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, sentimen terhadap debat calon wakil presiden dari Drone Emprit.
DRONE EMPRIT

Social Network Analysis dari akun yang terlibat perbincangan terhadap calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, sentimen terhadap debat calon wakil presiden dari Drone Emprit.

Menurut Fahmi, fenomena cuitan dan ragam sentimen publik hanya berlaku di X. Pada dasarnya, X merupakan platform media sosial yang bisa dimanfaatkan berbagai kalangan masyarakat. ”Militan-militan (X) yang dulu mendukung Prabowo Subianto pada Pemilu 2019, mayoritas bergeser ke pasangan nomor urut 1. Sementara militan Joko Widodo di X banyak bergeser ke pasangan nomor urut 3,” jelasnya.

Iklan

Baca juga: Analisis Debat Cawapres: Kelestarian Lingkungan Jadi Isu Penting

Kondisi itu membuat pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo dan Gibran, kehilangan pendukungnya di X. Akun-akun yang menjadi pendukung Gibran, kata Fahmi, tampak belum bergerak untuk membangun citra saat debat berlangsung.

Meskipun demikian, Prabowo-Gibran unggul dan mendominasi konten-konten di media sosial Tiktok. Sebab, akun-akun pemengaruh sudah dibangun dan dirawat sejak lama. Sementara analisis Drone Emprit tidak menyentuh hingga platform selain X.

Baca juga: Menyoal Etika Gibran dalam Debat Cawapres

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Dradjad H Wibowo, mengakui, sentimen negatif terhadap Gibran yang berkembang di medsos juga ditemukan dalam pantauan yang dilakukan oleh TKN.

Ekonom sekaligus anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad H Wibowo, memasuki Sekretariat DPP PAN, Jakarta, Sabtu (8/2/2020).
INSAN ALFAJRI

Ekonom sekaligus anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad H Wibowo, memasuki Sekretariat DPP PAN, Jakarta, Sabtu (8/2/2020).

Namun, hal itu dinilai tidak berpotensi menggerus elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran. Sebab, sentimen negatif itu mayoritas disebarkan oleh akun-akun yang selama ini memiliki kecenderungan negatif baik terhadap Presiden Joko Widodo, Prabowo, dan Gibran.

Di sisi lain, kelompok pemilih yang belum menentukan pilihan pada Pilpres 2024 justru mewajari hal itu. Gaya debat Gibran disebut dalam istilah Jawa wis wayahe yang berarti sudah waktunya. ”Selama ini, kan, Mas Gibran diam saja ketika di-bully. Namun, memang ada sebagian yang reaksinya berbeda (berlawanan),” kata Dradjad.

Dominasi Tiktok

Co-Founder Malaka Project Ferry Irwandi menyebut, pengguna X dan Tiktok memiliki segmentasi berbeda. Walaupun relevan, X kini tak lagi mencerminkan opini publik secara menyeluruh karena pengguna yang kian menurun dan tersegmentasi.

”Di X terdapat 11 juta pengguna, 30-40 persen saja yang aktif. Sementara Tiktok ada 113 juta pengguna. Jumlah pengguna X hanya sekian persen dari pengguna Tiktok,” katanya.

Adapun data itu bersumber dari laporan We Are Social per April 2023. Secara global, pengguna Tiktok diperkirakan mencapai angka 1,09 miliar yang mayoritas penggunanya atau 38,5 persen berusia 18-24 tahun.

Menurut Ferry yang juga salah satu kreator konten terkemuka, penduduk usia muda, khususnya generasi Z dan milenial, mulai beralih platform media sosial. X (dulu bernama Twitter) dinilai mereka sebagai platform yang berpolemik dan menekan.

Ikon aplikasi Tiktok (tengah) berada di antara dua produk Meta, Instagram dan Facebook, seperti yang terlihat pada layar sebuah ponsel pintar, Kamis (31/3/2024).
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI

Ikon aplikasi Tiktok (tengah) berada di antara dua produk Meta, Instagram dan Facebook, seperti yang terlihat pada layar sebuah ponsel pintar, Kamis (31/3/2024).

Misalnya, semua orang bisa merespons dan melibatkan diri dalam satu unggahan di X. Bagi anak muda, mereka kerap tertekan saat mengunggah konten di X karena rentan dirundung oleh pihak yang merasa dirinya lebih senior atau pandai. Karena itu, mereka beralih ke Tiktok.

Baca juga: Isu Strategis dalam Debat Cawapres Terkesan Jadi Topik Pinggiran

”Kalau di Tiktok cacian itu hanya ada di kolom komentar. Sementara di X, saat orang menyampaikan pendapatnya, bisa berbeda, bisa di-quote di-retweet banyak orang lainnya, di mana karakter mereka bisa dimatikan,” jelas Ferry.

Apabila X merepresentasikan masyarakat umum, seharusnya pasangan nomor urut 1 dan 3 memuncaki klasemen elektabilitas. Ternyata tidak. Mayoritas survei nasional menempatkan pasangan nomor urut 2 dengan tingkat keterpilihan tertinggi.

Beragamnya preferensi media sosial masyarakat membuat opini publik kian kompleks. Suatu hal yang dipandang buruk oleh satu pihak bisa dianggap baik oleh pihak lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sentimen masyarakat.

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan