Jika Terlambat Mengurus Pindah Memilih atau Tidak Terdaftar di DPT
Apa cara yang bisa dilakukan jika tidak sempat mengurus pindah memilih atau nama tidak ada di DPT Pemilu 2024?
Di saat sebagian pemilih masih bingung menentukan pilihan, Renika justru kebingungan bagaimana cara agar bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024. Musababnya, karyawan swasta di Jakarta itu terdaftar sebagai pemilih di Banyumas, Jawa Tengah, dan ingin menggunakan hak pilihnya di Jakarta, tempatnya berdomisili sekarang. Namun, ia terlambat mengurus pindah memilih yang berakhir pada 15 Januari 2024.
Tak patah arang, ia mencari informasi di internet dan media sosial untuk tetap bisa menggunakan hak pilihnya di Jakarta. Dari penelusurannya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih membuka layanan pindah memilih hingga 7 Februari. Namun, ia tak masuk dalam empat kriteria pemilih yang masih bisa mengurus pindah memilih hingga H-7 pemungutan suara.
Hanya pemilih dengan alasan bertugas di tempat lain, menjalani rawat inap atau mendampingi pasien rawat inap, tertimpa bencana, serta menjadi tahanan di rumah tahanan yang masih bisa mengajukan pindah memilih. Sementara bagi karyawan swasta seperti dirinya yang ingin mengajukan pindah memilih karena alasan pindah domisili, sudah tidak bisa dilayani lagi oleh KPU.
Baca juga : Cari Tahu tentang Pemilu Indonesia
Meski demikian, Renika ingin tetap menggunakan hak pilihnya pada pemilu mendatang. Ia akhirnya berencana mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS) terdaftar. Meskipun ia harus merogoh kocek untuk biaya perjalanan ke kampung halaman.
”Setelah menonton debat cawapres semalam, saya jadi makin bersemangat untuk mencoblos meski harus mengeluarkan uang lebih untuk biaya pulang ke kampung halaman dan mencoblos di TPS tempat saya terdaftar,” ujarnya, Senin (22/1/2024).
Lain halnya dengan Dziqu, pelajar asal Jakarta di Yogyakarta yang kemungkinan besar tidak bisa mencoblos pada Pemilu 2024. Siswa yang genap berusia 17 tahun pada Oktober 2023 ini tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Ia juga tidak punya kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) karena tidak sempat mengurus saat kembali ke Jakarta.
Pada 15 Januari lalu, ia sempat mengajukan pindah memilih di Sleman, DIY, bermodalkan surat pernyataan dan surat keterangan bersekolah di Yogyakarta. Namun, saat petugas mengecek nomor induk kependudukan di laman https://cekdptonline.kpu.go.id, data Dziqu belum terdaftar sebagai pemilih.
”Seharusnya Pemilu 2024 menjadi pemilu pertama saya, tetapi saya tidak bisa mencoblos karena tidak terdaftar di DPT dan belum punya KTP-el,” kata Dziqu.
Anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, mengatakan, ada tiga kategori pemilih, yakni terdaftar di DPT, daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DKP). Dalam kasus pemilih yang terdaftar di DPT tetapi ingin pindah memilih, masih bisa dilayani hingga 7 Februari sepanjang memenuhi empat kriteria yang ditentukan. Dengan demikian, masih ada waktu sekitar dua pekan bagi pemilih untuk mengurus pindah memilih.
Baca juga : Informasi Lengkap soal Pemilu Legislatif 2024
Mereka bisa datang ke panitia pemungutan suara (PPS), panitia pemilihan kecamatan (PPK), dan KPU kabupaten/kota asal serta tujuan untuk mengurus Form A surat pindah memilih. Ketika mengurus pindah memilih, pemilih harus menunjukkan KTP-el, bukti terdaftar sebagai pemilih di DPT, serta bukti dukung alasan pindah. Para pemilih tersebut akan masuk dalam DPTb dan bisa menggunakan hak pilih di TPS sejak pukul 07.00.
”Kami telah meminta jajaran KPU di berbagai tingkatatan untuk meningkatkan sosialisasi pindah memilih agar pemilih dalam kondisi tertentu bisa menggunakan hak pilihnya di pemilu mendatang,” tutur Betty.
Sedangkan bagi pemilih yang tidak masuk dalam empat kategori dan terlambat mengurus pindah memilih, mereka tetap bisa menggunakan hak pilih. Namun, pemilih harus menggunakan hak pilih sesuai dengan TPS terdaftar. Jika domisili berbeda dengan TPS terdaftar, artinya mereka harus kembali ke tempat di mana terdaftar sebagai pemilih.
Sesuai alamat di KTP-el
Lebih jauh, kata Betty, pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi memiliki KTP-el tetap dilindungi hak pilihnya. Mereka bisa menggunakan hak pilihnya sebagai pemilih DPK. Para pemilih tersebut hanya bisa mencoblos di TPS sesuai alamat KPT-el sepanjang surat suara masih tersedia. Waktu yang disediakan bagi pemilih DPK adalah satu jam terakhir sebelum TPS ditutup, yakni pukul 12.00 hingga 13.00.
Adapun warga negara Indonesia yang tidak terdaftar di DPT dan tidak memiliki KTP-el tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Sebab, untuk menjadi pemilih, harus berusia minimal 17 tahun yang dibuktikan dengan dokumen kependudukan. Sepanjang tidak ada bukti administrasi, maka KPU tidak bisa melayani pemilih tersebut.
”Kami mengikuti ketentuan undang-undang pemilu agar tidak ada istilah pemilih siluman,” tuturnya.
Ditemui terpisah, Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja mengatakan terkait perlindungan terhadap hak suara pemilih dalam pemilu serentak 2024, Bawaslu sudah berkali-kali menyampaikan kepada KPU untuk memberikan kemudahan. Kemudahan itu, misalnya, bisa dilakukan dengan menyediakan formulir A5 atau surat pindah elektronik untuk pemilih tanpa mereka harus pulang ke daerahnya.
”Bayangkan, misalnya, dia sedang di luar negeri, mau pindah memilih di Los Angeles, Amerika Serikat, tetapi dia harus kembali ke Jakarta kan enggak make sense (masuk akal). Hal-hal seperti itu yang harus dilakukan oleh KPU,” kata Bagja.
Baca juga : Adu Gagasan Capres-Cawapres, Siapa Unggul?
Menurut dia, kemudahan pengurusan surat pindah dengan menyediakan formulir A5 elektronik itu seharusnya bisa dilakukan oleh KPU yang mengklaim memiliki sistem informasi yang bagus.
Ia juga mempertanyakan terkait para pemilih yang sedang menjalankan ibadah umrah di Tanah Suci, Mekkah. Apakah KPU juga sudah memberikan kemudahan bagi mereka untuk menggunakan hak suaranya di TPS luar negeri?
Coklit bermasalah
Bagja juga menyoroti tentang fenomena pemilih, baik pemilih pemula maupun mereka yang sudah memiliki KTP-el tetapi tidak masuk DPT. Menurut dia, hal itu aneh karena seseorang yang terdaftar dalam kartu keluarga (KK), punya nomor induk kependudukan (NIK), seharusnya masuk dalam DPT. Jika tidak, artinya proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan KPU di tingkat kabupaten atau kota bermasalah. Hal itu bisa berujung menjadi laporan dalam sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
”Bagi pemilih yang masuk dalam kategori empat pemilih yang masih bisa mengurus pindah memilih sampai H-7 hari pemungutan suara, Bawaslu mengimbau agar tetap diurus surat pindahnya (A5) supaya hak suara bisa digunakan,” kata Bagja.
Terkait dengan pemilih yang tidak terdaftar di DPT tetapi memiliki KTP-el, menurut Bagja, putusan MK pernah membolehkan yang bersangkutan menggunakan hak pilihnya di TPS sesuai dengan alamat KTP. Meskipun demikian, mereka hanya bisa memilih dengan surat suara tambahan satu jam sebelum TPS ditutup. Hak suara juga hanya bisa digunakan dengan catatan surat suara tambahan yang sebesar 2 persen dari DPT di TPS tersebut masih tersedia.
”Untuk lebih pastinya, silakan ditanyakan ke KPU aturannya. Mereka juga seharusnya menyosialisasikan hal itu,” ujar Bagja.