logo Kompas.id
Politik & HukumGaya Debat Gibran Picu...
Iklan

Gaya Debat Gibran Picu Sentimen Negatif

Gaya debat Gibran memicu munculnya sentimen negatif. Kendati demikian, itu diklaim tidak memengaruhi elektabilitas.

Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
· 5 menit baca
Suasana saat para calon wakil presiden tampil dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana saat para calon wakil presiden tampil dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

JAKARTA, KOMPAS — Penampilan calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, pada debat keempat Pemilihan Presiden 2024 memicu sentimen negatif terhadap dirinya. Analisis percakapan di media sosial menunjukkan kritik terhadap gaya debat yang dinilai melanggar aturan, tidak memperhatikan kepatutan, dan berintensi menjatuhkan kandidat lain.

Sentimen negatif terhadap penampilan Gibran pada debat keempat Pilpres 2024 terekam dalam analisis Drone Emprit terhadap percakapan di media sosial X sepanjang debat berlangsung, yakni pada 21 Januari 2024 pukul 19.00-22.00. Dibandingkan dengan percakapan tentang cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, dan cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, Gibran mendapatkan sentimen negatif tertinggi. Dari total seluruh percakapan mengenai Gibran, sentimen negatif terhadap pendamping calon presiden Prabowo Subianto itu mencapai 60 persen. Sementara sentimen positif terhadap dirinya adalah 33 persen dan 7 persen percakapan bersifat netral.

Berbeda dengan Gibran, percakapan tentang Muhaimin didominasi dengan sentimen positif (80 persen). Pembicaraan negatif hanya mencapai 6 persen, sedangkan 14 persen percakapan bersifat netral. Begitu pula percakapan tentang Mahfud, mayoritas warganet membicarakan hal positif (79 persen), sedangkan sentimen negatif mencapai 12 persen dan percakapan netral ada sebanyak 9 persen.

”(Dari total percakapan mengenai Gibran) Kata-kata yang menonjol adalah Tom Lembong, merendahkan, menghormati, menjebak, melecehkan, cringe, songong, savage, recehan, hilirisasi,”kata Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, dalam analisisnya yang dipublikasikan secara daring, Senin (22/1/2024).

Baca juga: Di Debat Keempat Pilpres, Tingkat Kematangan Sikap Cawapres Terlihat

https://cdn-assetd.kompas.id/hKnCGbMi-n3EvBGqOOWqj8NchIU=/1024x2302/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F22%2F71004265-b42c-49ee-a82d-2960801f0ad3_png.png

Berdasarkan hasil analisis jejaring sosial atau social network analysis (SNA) terhadap percakapan tentang Gibran, katanya, terdapat satu kluster besar yang menandakan sentimen negatif. Kluster dimaksud sebagian besar merupakan akun dari kalangan netral. ”Kluster ini mayoritas terdiri atas kalangan netral. Di samping itu, ada juga kalangan pro-Muhaimin dan media yang turut membahas dalam konteks negatif. Kluster pro-Gibran sendiri sangat kecil, dimotori oleh beberapa akun influencer yang jumlahnya tidak banyak dibandingkan kluster pertama,”ujar Ismail.

Dari seluruh data yang ada, menurut Ismail, terdapat beberapa penilaian warganet terhadap cawapres yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo itu. Gibran dinilai memiliki kemampuan berbicara yang baik dan fokus pada visi-misi tanpa menggunakan teks atau bisikan. Namun, Gibran dikritik karena melanggar aturan debat, yakni dengan meninggalkan podium untuk berbicara. ”Beberapa pengguna medsos menganggap Gibran tidak memiliki adab dan menggunakan gaya yang konyol dalam debat,” tuturnya.

Warganet juga mengkritik Gibran karena mengejek Mahfud dengan membawa nama Tom Lembong atau Thomas Lembong, ekonom dan mantan Menteri Perdagangan, yang kini menjadi bagian dari Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin). Ada yang menganggap Gibran sombong dan ingin merendahkan Mahfud, terdapat pula yang merasa Gibran tak layak menjadi perwakilan kaum muda.

Tak hanya itu, warganet mengkritik kontradiksi antara hilirisasi dan semangat green jobs yang diungkapkan Gibran. Performa Gibran dinilai menurun dibandingkan debat cawapres sebelumnya.

https://cdn-assetd.kompas.id/Nn17Jxu9_Jbo966wU6OgSs4d2S0=/1024x2405/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F22%2F55cfb927-ea08-4f61-9ce7-97d58dc88569_png.png
Iklan

Pada debat Minggu malam, gaya debat Gibran dinilai sejumlah pihak kerap memprovokasi emosi kandidat lawan. Misalnya, saat ia menyebut Muhaimin menjawab pertanyaan dengan melihat catatan. Gibran juga menyebut sikap Muhaimin yang menggunakan botol plastik bertentangan dengan komitmen cinta lingkungan. Ketika menanyakan soal bahan alternatif pengganti nikel kepada Muhaimin, Gibran juga mempertanyakan Muhaimin yang terkesan tidak menguasai materi tersebut. Padahal, wacana penggunaan bahan pengganti kerap disebut oleh Thomas Lembong, bagian dari Timnas AMIN.

Provokasi serupa juga digencarkan Gibran kepada Mahfud. Contohnya, ia menanyakan strategi Mahfud menghadapi greenflation atau inflasi hijau tanpa menjelaskan konsep tersebut sebelumnya, karena menganggap Mahfud semestinya memahaminya sebagai seorang profesor. Gibran juga sempat melakukan gestur membungkuk sambil melihat ke berbagai arah sebagai simbol mencari jawaban Mahfud yang ia nilai tak menjawab pertanyaannya. Langkah Gibran itu kemudian direspons Mahfud dengan mengatakan bahwa pertanyaannya bersifat receh dan tidak layak dijawab. Belum berakhir, Gibran kembali menanggapinya dengan menuding Mahfud tengah merajuk karena diberikan pertanyaan sulit.

Baca juga: Tim Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin Sepakat Sebut Gibran Jatuhkan Lawan Debat

Tunjukkan sikap tegas

Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Dradjad H Wibowo, mengatakan, Gibran memiliki karakter yang rendah hati dan sangat menghormati orang yang lebih tua. Hal itu ia rasakan sendiri meski interaksinya dengan Gibran tidak terlalu intensif. Oleh karena itu, menurut dia, gaya debat yang diterapkan pada Minggu malam menunjukkan bahwa Gibran tengah menyikapi serangan yang dilakukan kandidat lain terhadap dirinya.

”Penampilan dalam debat tadi malam hanya untuk menunjukkan bahwa jika dibutuhkan, dia (Gibran) juga bisa bertindak tegas dan keras,” ungkap Dradjad.

Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU

Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo

Urgensi untuk bersikap tegas dan keras itu, menurut dia, tidak terlepas dari fakta adanya pihak yang masih menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju, yang dipimpin Presiden Jokowi, tetapi membuat narasi negatif tentang pemerintah. Beberapa narasi dimaksud juga dinilai tidak akurat. Kendati demikian, sikap itu disebut hanya dilakukan saat debat. ”Setelah debat, Mas Gibran akan kembali ke karakter aslinya yang humble dan hormat pada orang-orang yang lebih tua,” tutur Dradjad.

Terkait dengan sentimen negatif yang berkembang di medsos, Dradjad mengatakan, hal itu juga ditemukan dalam pantauan yang dilakukan oleh TKN. Namun, hal itu dinilai tidak berpotensi menggerus elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran. Sebab, sentimen negatif itu mayoritas disebarkan oleh akun-akun yang selama ini memiliki kecenderungan negatif baik terhadap Presiden Joko Widodo, Prabowo, maupun Gibran.

Di sisi lain, kelompok pemilih yang belum menentukan pilihan pada Pilpres 2024 justru memaklumi hal itu. Gaya debat Gibran disebut dalam istilah Jawa wis wayahe yang berarti sudah waktunya. ”Selama ini, kan, Mas Gibran diam saja ketika di-bully. Namun, memang ada sebagian yang reaksinya berbeda (berlawanan),” kata Dradjad.

 Aditya Perdana
ARSIP PRIBADI

Aditya Perdana

Secara terpisah, Direktur Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana mengatakan, dalam debat cawapres isu yang tidak kalah penting untuk disoroti adalah gaya komunikasi dan sikap kandidat yang memunculkan pro-kontra di publik.

Hal itu terlihat dari berulangnya pertanyaan terkait istilah teknis yang disampaikan Gibran menjadi bumerang bagi dirinya sendiri karena reaksi yang diberikan oleh Muhaimin dan Mahfud cenderung bisa mengatasi itu. Mahfud sempat menolak menjawab pertanyaan Gibran, Muhaimin pun merasa bahwa debat tidak beretika karena menjadi ajang tebak-tebakan istilah. Padahal, debat semestinya menjadi forum pertukaran gagasan.

”Saya pikir, debat keempat sebenarnya telah membuka mata publik juga bahwa kapasitas pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh capres-cawapres harus diiringi kepatutan dalam berkomunikasi yang baik dalam forum resmi,” kata Aditya.

Oleh karena itu, menurut dia, aspek kepatutan tersebut menjadi penting untuk diperhatikan sebagai pertimbangan memilih, oleh pemilih yang masih bimbang.

Editor:
ANTONIUS PONCO ANGGORO
Bagikan