Ada Upaya Penggunaan Kekuasaan, Tokoh Bangsa Minta Presiden Jokowi Netral
Tokoh bangsa mengamati adanya upaya penggunaan kekuasaan berlebihan. Presiden Jokowi pun diminta netral dalam pemilu.
JAKARTA, KOMPAS — Para tokoh bangsa merasa prihatin terhadap proses pemilu yang sedang berjalan. Mereka mengamati ada upaya penggunaan kekuasaan berlebihan untuk mencapai kekuasaan berikutnya. Oleh sebab itu, mereka meminta Presiden Joko Widodo bersikap netral, mendorong penyelenggara taat aturan, dan mengajak publik berkomitmen menjalankan pemilu secara demokratis.
Hal itu mengemuka dalam dialog kebangsaan yang digagas oleh Gerakan Nurani Bangsa (GNB) dengan pemimpin redaksi media di Jakarta, Rabu (17/1/2024). Hadir dalam dialog tersebut Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Franz Magnis-Suseno, Pendeta Gomar Gultom, Omi Komariah Madjid, Karlina Rohima Supelli, Makarim Wibisono, Lukman Hakim Saifuddin, Komaruddin Hidayat, Erry Riyana Hardjapamekas, dan Alissa Wahid.
Baca juga: Pemilu Bermartabat Lahirkan Sosok Negarawan
Pendeta Gomar Gultom mengatakan mencium adanya praktik penggunaan kekuasaan oleh pemerintah yang sedang berkuasa dalam proses pemilu yang sedang berjalan. Ia menyebutkan, penggunaan kekuasaan akan menimbulkan kegaduhan.
”Adanya semacam mobilisasi aparatur sipil untuk mendukung salah satu calon karena kekuasaan dipakai untuk mencapai kekuasaan,” kata Gomar.
Ia menuturkan, para tokoh bangsa di GNB hadir untuk mengingatkan para pihak agar taat pada aturan dan etika supaya pemilu berjalan dengan jujur, adil, dan bermartabat. ”Jangan sampai karena pemilu kita korbankan keutuhan bangsa,” ujar Gomar.
Adanya semacam mobilisasi aparatur sipil untuk mendukung salah satu calon karena kekuasaan dipakai untuk mencapai kekuasaan.
Konflik kepentingan
Para tokoh bangsa di GNB menginginkan semua pasangan calon dapat berkontestasi secara adil sehingga dapat melahirkan pemimpin yang memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. Siapa pun pemenang dalam pemilu, dialah pemimpin yang akan melanjutkan pembangunan bangsa.
Namun, dalam forum itu mengemuka bahwa penggunaan kekuasaan dinilai telah terjadi sejak lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang membolehkan usia calon presiden dan calon wakil presiden di bawah usia 40 tahun asal pernah menjabat kepala daerah melalui pilkada. Putusan MK itu yang diketuk palu oleh Anwar Usman, ipar dari Presiden Joko Widodo, yang membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden, menjadi calon wakil presiden.
Baca juga: Tokoh Bangsa Serukan Jaga Keutuhan di Tengah Pemilu
Karena ada konflik kepentingan antara Kepala Negara dan salah satu kontestan, para tokoh bangsa di GNB mengingatkan agar tidak cawe-cawe terhadap proses pemilu.
Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat menyebutkan, pemilu merupakan proses transisi kepemimpinan nasional. Menurut dia, siapa pun yang terpilih, dia wajib melanjutkan pembangunan bangsa ke arah yang lebih baik.
”Visi misi perubahan atau melanjutkan hanya retorika, siapa pun presiden harus melanjutkan pembangunan,” ucap Komaruddin.
Namun, Komaruddin mengatakan, pemilu harus berjalan adil, jujur, tanpa kecurangan agar melahirkan pemimpin yang punya legitimasi kuat yang tidak hanya dicintai rakyatnya, tetapi juga disegani oleh dunia.
Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid mengatakan, sejatinya pemilu merupakan jembatan untuk melanjutkan pembangunan bangsa ke arah yang lebih baik. Ia mengingatkan semua pihak agar meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan.
”Kita tidak ingin Indonesia terpecah belah dan berantakan. Gerakan Nurani Bangsa lahir atas kegelisahan melihat situasi,” ucap Sinta.
Sinta menambahkan, para tokoh bangsa yang sudah berusia lanjut prihatin dan sangat mencintai keutuhan NKRI. Oleh sebab itu, mereka turun gunung untuk menuntun publik agar terlibat menjaga keutuhan bangsa.
Roh bangsa Indonesia
Sementara itu, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, demokrasi adalah roh bangsa Indonesia sehingga jangan sampai pemilu berjalan di luar koridor demokrasi. Jika layar demokrasi sobek, terlalu mahal biaya dan energi untuk merajut agar utuh kembali.
Oleh sebab itu, mantan Menteri Agama itu mendorong semua elemen bangsa untuk merayakan demokrasi dengan bahagia tanpa tekanan dan ancaman. ”Dalam demokrasi ada kemajemukan dan ragam aspirasi, tetapi sekarang rasanya terdistorsi dan ada kecemasan karena ada proses yang tidak sesuai,” ujarnya.
Baca juga: Muhammadiyah Serukan Pemilu Berkeadaban
Putusan MK yang membolehkan usia di bawah 40 tahun menjadi calon presiden dan calon wakil presiden asal pernah menjabat kepala daerah melalui pilkada dinilai menjadi awal dari ancaman terhadap demokrasi.
Dalam pemilu sering terjadi polarisasi, tetapi jangan sampai melampaui batas.
Lukman Hakim menuturkan, belakangan publik mulai merasakan gejala kecemasan karena khawatir pemilu tidak berjalan adil, jujur, dan bermartabat. ”Dalam pemilu sering terjadi polarisasi, tetapi jangan sampai melampaui batas,” katanya.
Indonesia berhasil melewati masa sulit pada era Reformasi pergantian rezim Orde Baru ke demokrasi. Perjuangan berdarah-darah tersebut jangan sampai retak karena pelaksanaan pemilu. Sebaliknya, pemilu harus menjadi jembatan bagi bangsa untuk sejahtera menuju usia emas 2045.
Karlina Supelli menuturkan, para tokoh bangsa di GNB akan bertemu dengan lembaga penyelenggara pemilu, Polri, TNI, dan lainnya untuk mengingatkan agar semua taat pada regulasi, menjalankan tugas sesuai fungsi sehingga pemilu berjalan dengan demokratis.
”GNB ingin memperlihatkan kepada semua bahwa kita mengawasi dan mengajak masyarakat untuk ikut mengawal pemilu,” kata Karlina.
Baca juga: Pemilu Jujur, Damai, dan Pemimpin Bersih Menjadi Harapan Pemilih Muda