Saat Mahfud Bernostalgia Jadi Santri di Ponpes...
Mahfud MD mengunjungi pondok pesantren di Jawa Timur yang membangkitkan nostalgia masa kecilnya. Kampanye di ponpes diprediksi efektif dalam mengoptimalkan penguasaan simpul-simpul pesantren yang memiliki massa riil.
Aroma tanah sehabis hujan menyambut iring-iringan mobil Mahfud MD, calon wakil presiden nomor urut 3, di Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Jember, Jawa Timur, Kamis (28/12/2023) petang. Tiba menjelang azan Maghrib, Mahfud pun bergegas masuk ke kamar yang telah disiapkan untuk membersihkan diri. Ia akan bermalam di ponpes asuhan KH Yazid Karimullah itu.
Kamar yang disediakan untuk Mahfud di pondok pesantren itu terlihat sederhana. Tersedia selembar kasur di atas lantai yang berlapis karpet. Tak banyak perabotan di dalam kamar itu. Selain kasur, hanya tersedia sebuah meja berkaki pendek untuk meletakkan air minum dalam kemasan.
Mahfud tampak semringah saat memasuki kamar tersebut, meski telah seharian penuh berkeliling dari satu ponpes ke ponpes lainnya di Jawa Timur. Jarak antara satu ponpes dan ponpes lainnya pun cukup jauh karena memakan waktu 2,5 jam-3 jam perjalanan darat.
Mahfud tampak semringah saat memasuki kamar tersebut meski telah seharian penuh berkeliling dari satu ponpes ke ponpes lainnya di Jawa Timur.
”Masa kecil saya kan dulu di pesantren. Umur 11 tahun sudah jadi santri,” ujar Mahfud kepada wartawan, seraya menjawab alasan raut wajahnya yang semringah saat memasuki kamar di ponpes itu.
Berkunjung ke sejumlah ponpes menarik kembali memori Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu ke lorong waktu saat ia mondok sebagai santri di Ponpes Al Mardhiyyah, Pamekasan, Madura, Jatim. Malahan, pondok pesantren tempatnya menimba ilmu agama itu kondisinya cenderung memprihatinkan. Mahfud menggambarkan bahwa ponpes itu hanya berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah. Pada masa itu juga belum ada listrik sebagai penerang.
”Pesantren sekarang sudah bagus-bagus. Ada laboratorium bahasa, komputer, dan sebagainya. Bagus karena mengikuti perkembangan zaman. Tapi, rohnya masih sama belajar ngaji dan kitab kuning untuk bekal moral dan akhlak,” kata cawapres, pendamping calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, ini.
Ia pun masih ingat betul pesan-pesan moral yang disampaikan guru dan kiainya di pesantren dulu. Karena termasuk siswa berprestasi, ia sering diundang makan oleh pengasuh Ponpes Al Mardhiyyah. Pengasuh pun mempersilakan Mahfud untuk terus makan walaupun perutnya sudah penuh dan kenyang. Setelah kekenyangan, ia diingatkan oleh kiai agar dalam hidup jangan bersikap tamak dan mengambil sesuatu lebih dari yang dibutuhkan. Sikap tamak itu bisa memicu perilaku yang lebih buruk lainnya, yaitu korupsi.
Baca juga: Perkuat Basis Suara, Mahfud Gerilya di Tapal Kuda
Selama bermalam di Ponpes Nurul Qarnain, Mahfud disambut para santri dengan shalawat dan alunan ayat suci Al Quran yang merdu dan menenangkan. Ia juga mengikuti shalat berjemaah di masjid, berdoa dan tahlil, serta bershalawat bersama ribuan santri. Ia juga sempat didoakan KH Yazid dan ribuan santri.
”Ingatan saya kembali. Shalat berjemaah, ngaji bareng, bangun malam, shalat tahajud. Di pesantren ini yang dirindukan suara orang sahut-menyahut mengaji, enak didengar,” ungkap Mahfud.
Pada Jumat (29/12/2023) pagi, Mahfud pun menyebut pengalaman menginap di ponpes itu sebagai kenikmatan yang luar biasa. Baginya, kenikmatan hidup bukan sebatas materi, melainkan juga kesehatan, kebahagiaan, umur panjang, dan hidup bermanfaat bagi orang lain.
”Tadi malam sejak Maghrib sampai subuh tadi saya mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Bisa jumpa dan ngobrol banyak dengan sahabat-sahabat para kiai dan pengasuh Ponpes Nurul Qarnain, Jember. Dan, yang teristimewa bisa merasakan kembali sekaligus bernostalgia dengan suasana pondok yang pernah saya alami puluhan tahun lampau,” imbuhnya.
Penentu kemenangan
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, berpandangan dahulu kampanye tradisional mendekati simpul-simpul pondok pesantren di Jawa Timur sebagai basis pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama memang efektif. Sebab, pesantren memiliki massa riil, seperti santri, alumni, serta orangtua santri dan alumni.
Namun, kini, menurut Khoirul, kampanye dengan cara demikian sudah tidak sekuat dulu pengaruhnya karena semakin kuatnya literasi politik di kalangan nahdliyin. Tradisi samina wa athona atau mengikuti arahan pemimpin pesantren dinilainya sudah tidak sekuat dulu lagi. Kini, penghormatan terhadap kiai pesantren kerap tak dimaknai sebagai keharusan memiliki pilihan politik yang sama dengan tokoh-tokoh agama itu.
”Tapi, kampanye di jaringan pesantren tetap dibutuhkan untuk mengoptimalkan penguasaan simpul-simpul pesantren yang memang memiliki massa riil,” ujarnya saat dihubungi Jumat (29/12/2023).
Berkaca dari hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang dirilis pekan ini, pasangan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud berada di urutan kedua dalam penguasaan wilayah Jawa Timur. Pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran ada di urutan pertama dengan penguasaan 52 persen, Ganjar-Mahfud 22,5 persen, dan Anies-Muhaimin di 15 persen.
Khoirul menyebut, kuatnya Prabowo-Gibran di Jawa Timur memperlihatkan kuatnya mesin politik yang menopang mereka di Jatim. Partai Gerindra, Demokrat, dan Golkar bisa dibilang masih kuat di Jatim. Bahkan, mesin politik Gerindra di Jatim lebih banyak dijalankan oleh jaringan politikus bekas Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dulu memisahkan diri ketika terjadi konflik internal di PKB.
”Karena itu bisa dipahami bagaimana cukup banyak pesantren di wilayah Tapal Kuda, Mataraman, dan Malang yang saat ini mendukung Prabowo,” katanya.
Menurut analisis Khoirul, dua mesin politik yang selama ini mendominasi Jatim, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan PKB, sebagai representasi kekuatan politik abangan dan santri saat ini juga terpecah di dua gerbong koalisi yang berbeda.
Menurut analisis Khoirul, dua mesin politik yang selama ini mendominasi Jatim, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan PKB, sebagai representasi kekuatan politik abangan dan santri, saat ini juga terpecah di dua gerbong koalisi yang berbeda. Ganjar-Mahfud berada di posisi nomor 2 di Jatim karena masih ditopang oleh jaringan PDI-P dan sebagian jaringan pesantren yang memiliki kedekatan dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di wilayah Tapal Kuda dan Madura.
Sementara itu, posisi pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang memiliki mesin politik PKB sebagai jangkar politik nahdliyin justru tercecer di posisi paling buncit. Fenomena itu, ujar Khoirul, mengonfirmasi bahwa basis suara NU tidak terkonsentrasi di satu pasangan capres-cawapres saja.
Apalagi, PKB juga dihadapkan pada realitas sikap resistensi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terhadap Muhaimin. Sementara itu, jaringan politik Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang lebih dekat dengan Demokrat dan Golkar justru memberikan efek elektoral terhadap Prabowo-Gibran, apalagi setelah Khofifah menyatakan dukungannya secara terbuka kepada pasangan tersebut.
”Meskipun demikian, konstelasi politik di Jawa Timur masih dinamis. Momentum 1,5 bulan ke depan bisa dimanfaatkan oleh masing-masing paslon untuk mengonsolidasikan kekuatan politiknya mengingat Jatim adalah palagan terbuka dalam pilpres,” ujarnya.
Khoirul menegaskan bahwa jika pasangan capres-cawapres bisa menggabungkan jaringan politik nasionalis dan politik santri di Jawa Timur, hal itu bisa menjadi penentu kemenangan kontestasi pilpres di tingkat nasional.