Bawaslu Serahkan Dugaan Pelanggaran Netralitas Mayor Teddy kepada Panglima TNI
Jika ajudan capres Prabowo Subianto, Mayor Teddy Indra Wijaya, terbukti melanggar netralitas TNI, sanksi diserahkan sepenuhnya kepada Panglima TNI.
JAKARTA, KOMPAS — Kajian mengenai dugaan pelanggaran netralitas TNI dalam Pemilu 2024 oleh ajudan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Mayor Teddy Indra Wijaya, akan diserahkan Badan Pengawas Pemilu ke TNI. Putusan akhir menjadi wewenang Panglima TNI. Namun, pihak Markas Besar TNI memandang Teddy sebatas menjalankan tugas sebagai ajudan.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, temuan pihaknya hingga pelaporan publik yang sempat viral di media sosial terkait Teddy yang mengenakan pakaian biru langit atau identik dengan pendukung Prabowo-Gibran Rakabuming Raka hingga gestur dua jari yang ditunjukkannya, telah tuntas ditelusuri oleh Bawaslu.
Pengusutan, terutama terkait kemungkinan Teddy melanggar aturan netralitas TNI dalam Pemilu 2024. Hasil kajian beserta sejumlah rekomendasi dari Bawaslu nantinya akan disampaikan kepada Panglima TNI.
Baca juga: Sentimen Negatif dari Ucapan ”Ndasmu Etik” Prabowo
”Sudah kami telusuri, sedang kami kaji, tunggu hari ini. Nanti tindak lanjutnya ke Panglima TNI akan kami sampaikan. Temuannya dari kami (Bawaslu), laporan, dan yang beredar di media sosial,” ujar Bagja saat ditemui di Jakarta, Senin (18/12/2023).
Menurut dia, setiap temuan dan laporan harus dikaji terlebih dahulu apakah termasuk dalam pelanggaran.
Dalam kasus ini, karena dugaan pelanggarannya berkaitan dengan netralitas TNI, sehingga perlu ditindaklanjuti oleh pimpinan tertinggi institusi tersebut. Apabila terbukti melanggar, Panglima TNI yang berwenang memutuskan bentuk hukumannya. Bawaslu tak bisa menjatuhkan hukuman.
Dia hanya ajudan yang mengikuti kegiatan Menhan. Ajudan melekat ikut kegiatan Menhan. Akan berbeda jika yang bersangkutan atau prajurit aktif lainnya, misalkan karena kehendaknya sendiri lalu ikutan kampanye.
”Kami menyampaikan rekomendasinya saja. Nanti yang akan memutus dan memberi sanksi itu Panglima TNI. Kami meneruskan dugaan pelanggaran jika terjadi dugaan pelanggaran,” katanya.
Selain itu, Bagja mengimbau publik untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Konten-konten yang bertebaran belum tentu benar dan perlu diverifikasi. Ia menyinggung informasi hoaks mengenai kotak suara sudah sampai dalam keadaan tercoblos. Informasi tersebut ternyata terjadi pada 2011 bukan terkini.
Baca juga:
> Peserta Pemilu ”Catat” Komitmen Netralitas Aparat
> Masyarakat Sipil Kian Ragukan Netralitas TNI di Pemilu 2024
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono menyebutkan, Mayor Teddy hanya ajudan yang tidak bisa terpisahkan dengan atasannya. Dalam konteks tersebut, Teddy hanya mengikuti kegiatan Menteri Pertahanan sehingga tidak mewakili institusi TNI atau kepentingan pribadi.
”Dia hanya ajudan yang mengikuti kegiatan Menhan. Ajudan melekat ikut kegiatan Menhan. Akan berbeda jika yang bersangkutan atau prajurit aktif lainnya, misalkan karena kehendaknya sendiri lalu ikutan kampanye,” terangnya.
Selain itu, Teddy akan bersalah apabila mengenakan seragam militer ketika mengikuti kegiatan kampanye. Seorang prajurit juga dianggap bersalah ketika mengikuti kegiatan kampanye sebagai pribadi atau jabatan di luar tugas pokok dan fungsinya.
Baca juga: Ganjar dan Prabowo Saling Serang dalam Isu Kasus HAM Berat Masa Lalu
Oleh karena itu, saat debat capres perdana, kehadiran Mayor Teddy tidak mewakili institusi TNI atau pribadi yang berpolitik, tetapi ia hanya memosisikan diri sebagai ajudan. ”Yang bersangkutan hanya memosisikan dirinya sebagai ajudan, tidak lebih. Coba cermati, Teddy hanya ajudan (sehingga) tidak punya pengaruh ke dalam atau luar terhadap partai atau proses pilpres,” tambahnya.