Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Masih Lemah
Dugaan korupsi di Basarnas bisa terjadi karena kelemahan sistem elektronik dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Saat ini belum ada kejelasan lembaga dan teknis dalam proses pengawasan sistem yang digunakan.
Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil (kiri) dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya (kanan) diangkut mobil tahanan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (26/7/2023). Dua tersangka ini ditahan KPK setelah melakukan operasi tangkap tangan terkait kasus suap pemenangan tender pengadaan barang dan jasa proyek Badan SAR Nasional (Basarnas). Dalam operasi tangkap tangan ini KPK pada awalnya menangkap 11 orang, termasuk Koordinator Administrasi Kepala Basarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto. Dari pemeriksaan dan pengembangan kasus ini, KPK menahan dua tersangka, yaitu Roni Aidil dan Marilya. Adapun Letkol Afri Budi Cahyanto diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk diproses secara hukum militer. KPK juga menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka atas kasus tersebut. Total nilai suap dari proyek di Basarnas selama tahun 2021-2023 sekitar Rp 88,3 miliar.
JAKARTA, KOMPAS β Sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang ada saat ini masih memiliki kelemahan sehingga terjadi dugaan korupsi. Hal itu terjadi pada kasus dugaan suap proyek pengadaan barang/jasa di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas tahun 2021-2023. Salah satu penyebab utamanya karena audit elektronik sebagai fungsi pengawasan masih belum berjalan secara efektif.