”Hengki Pengki” Berujung Korupsi
Kemendagri mencatat, calon kepala daerah mengeluarkan modal Rp 20 miliar-Rp 100 miliar untuk mengikuti pilkada. Sementara temuan KPK menunjukkan, 82 persen peserta Pilkada 2015 didukung oleh sponsor.
Sudah menjadi rahasia umum, untuk menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah tak cukup bermodalkan nyali, kecerdasan, atau pengalaman saja. Perlu biaya yang tidak sedikit untuk dapat mengikuti dan memenangi pemilihan kepala daerah. Bukan hanya biaya operasional dan kampanye, para calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah juga terkadang harus merogoh kocek untuk membayar ”ongkos perahu” kepada partai politik.
Alhasil, untuk memenuhi biaya pemilihan kepala daerah (pilkada), mereka harus mencari sumber pendanaan, termasuk berutang kepada para pengusaha. Mereka tak sadar, utang itu kelak harus dilunasi, bahkan dengan cara korupsi atau kompensasi lain, seperti pemberian izin tambang serta proyek pengadaan barang dan jasa.