logo Kompas.id
Politik & Hukum”Hengki Pengki” Berujung...
Iklan

”Hengki Pengki” Berujung Korupsi

Kemendagri mencatat, calon kepala daerah mengeluarkan modal Rp 20 miliar-Rp 100 miliar untuk mengikuti pilkada. Sementara temuan KPK menunjukkan, 82 persen peserta Pilkada 2015 didukung oleh sponsor.

Oleh
Nikolaus Harbowo
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/v5Bwjtinv5Z3_7ZTjpyDIWz5VB0=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2022%2F01%2F0d93777e-3b43-46b8-b36c-f29c94ee9e1c_jpg.jpg
Kompas/Heru Sri Kumoro

Petugas menunjukkan barang bukti uang yang disita dari operasi tangkap tangan dalam dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/1/2022). KPK menyita uang Rp 5,7 miliar dalam kasus ini. Kasus ini melibatkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.

Sudah menjadi rahasia umum, untuk menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah tak cukup bermodalkan nyali, kecerdasan, atau pengalaman saja. Perlu biaya yang tidak sedikit untuk dapat mengikuti dan memenangi pemilihan kepala daerah. Bukan hanya biaya operasional dan kampanye, para calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah juga terkadang harus merogoh kocek untuk membayar ”ongkos perahu” kepada partai politik.

Alhasil, untuk memenuhi biaya pemilihan kepala daerah (pilkada), mereka harus mencari sumber pendanaan, termasuk berutang kepada para pengusaha. Mereka tak sadar, utang itu kelak harus dilunasi, bahkan dengan cara korupsi atau kompensasi lain, seperti pemberian izin tambang serta proyek pengadaan barang dan jasa.

Editor:
Anita Yossihara
Bagikan