logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊIroni RUU Tindak Pidana...
Iklan

Ironi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Politik bukan matematika yang hasil akhirnya bisa diprediksi. Meskipun disetujui tujuh dari sembilan fraksi, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual harus dikawal hingga menjadi undang-undang.

Oleh
Ninuk M Pambudy
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/9yaJkDbXN7HXyl1SeWBWnAjg7Sc=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F11%2F7f7128cf-0dde-44e2-8c11-1f9b1ce401e5_JPG.jpg
KOMPAS/YOLA SASTRA

Anggota Jaringan Peduli Perempuan Sumatera Barat mengikuti aksi damai antikekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Jalan Jenderal Sudirman depan Kantor Gubernur Sumatera, Padang, Sumatera Barat, Kamis (25/11/2021). Aksi ini menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual, terutama terhadap anak, di Sumbar sekaligus memperingati Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Internasional. Peserta aksi menuntut sejumlah hal kepada pemerintah, antara lain adanya fasilitas rumah aman untuk korban kekerasan seksual, program pemulihan komprehensif, jaminan keberlanjutan pendidikan, dan pendidikan dini tentang organ genital bagi anak untuk mencegah kekerasan seksual.

Kekecewaan atas batalnya usulan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR RI di Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (16/12/2021) meruap begitu jadwal rapat diumumkan.

Lembaga pendamping korban, organisasi masyarakat sipil advokasi hak asasi manusia, akademisi, dan individu-individu menyatakan kekecewaan. Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) sebagai organisasi pendamping korban meminta maaf terbuka karena gagal meloloskan usulan RUU ke rapat paripurna.

Editor:
Madina Nusrat
Bagikan