logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊSurat Telegram Panglima TNI...
Iklan

Surat Telegram Panglima TNI yang Memicu Perdebatan

Syarat izin komandan untuk polisi dan aparat hukum lainnya memeriksa prajurit TNI yang diduga melanggar hukum dinilai melanggar asas persamaan di hadapan hukum. Namun, pihak TNI beralasan ada asas kesatuan komando.

Oleh
Edna C Pattisina
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/jaQcpRLPveEzPXaiD6tnPm-ojlI=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F09%2Fcfb75e23-6083-4e23-989b-ab1b3d92e45a_jpg.jpg
KOMPAS/KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Prajurit Dua Deri Pemana divonis hukuman penjara seumur hidup dan dipecat sebagai anggota TNI dalam sidang vonis di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Kamis (26/9/2019). Deri terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap kekasihnya sendiri, Fera Oktaria, di Penginapan Sahabat Mulia, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Minggu (9/5/2019).

JAKARTA, KOMPAS β€” Adanya surat telegram Panglima TNI terkait prosedur pemeriksaan dugaan pelanggaran hukum prajurit TNI oleh personel Polri atau aparat penegak hukum lainnya yang harus melalui komandannya memantik diskusi. Diskusi meluas pada belum direvisinya Undang-Undang Peradilan Militer.

Fachrizal Afandi, dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Rabu (24/11/2021), menilai surat telegram (ST) Panglima TNI ini sebagai bentuk pelanggaran asas persamaan di hadapan hukum. Pemanggilan seorang prajurit dalam rangka proses hukum harus melalui komandan adalah bentuk penyaringan. Komandan menjadi sosok berkuasa yang memiliki penilaian subyektif.

Editor:
Antonius Ponco Anggoro
Bagikan