logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊPasukan Siber Menggerus...
Iklan

Pasukan Siber Menggerus Demokrasi

Isu tidak substansial yang kerap disebarkan pasukan siber melemahkan debat publik. Propaganda disinformasi yang masif di media sosial juga membingungkan publik.

Oleh
Kurnia Yunita Rahayu/NINA SUSILO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/eWc8t2tLIhfi2tvKAHooOdtQDn4=/1024x575/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2F20211029-OPINI-Toksisitas-di-Media-Sosial_1635509069.jpg

JAKARTA, KOMPAS β€” Pemerintah diingatkan agar tidak menggunakan pasukan siber, apalagi untuk tujuan membela kebijakan atau kepentingan pemerintah. Penggunaan pasukan siber berisiko bagi demokrasi. Sebab, peran mereka yang dinilai kerap menyebarkan isu yang tak substansial dapat melemahkan debat publik. Alih-alih pasukan siber, pemerintah lebih baik merekrut ahli yang memiliki banyak pengikut di media sosial sebagai pemengaruh.

Penelitian Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES); Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah; Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta; perusahaan analisis data Drone Emprit; University of Amsterdam; dan KITLV Leiden yang dipublikasikan pada 2021 menemukan bahwa pasukan siber (cyber troop) berperan dalam memanipulasi persepsi publik dalam sejumlah narasi kebijakan pemerintah. Di antaranya terkait dengan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) 2019, kebijakan normal baru jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan UU Cipta Kerja pada 2020.

Editor:
Antonius Ponco Anggoro
Bagikan