logo Kompas.id
Politik & HukumPuisi Kegalauan Guru Besar
Iklan

Puisi Kegalauan Guru Besar

Cuitan Twitter Prof Dr Emil Salim menarik perhatian. Ia menyinggung soal tokoh pemerintah dan partai politik yang bungkam saat keganjilan tes bagi pegawai KPK ramai didiskusikan. Inikah sinyal kematian KPK?

Oleh
BUDIMAN TANUREDJO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/QqZC7KAbk5GujoNhNRC-2BmLVgE=/1024x1099/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F06%2FBDM.jpg
kompas/handining

Budiman Tanuredjo

Dalam suasana Idul Fitri, cuitan Twitter Prof Dr Emil Salim menarik perhatian. Dari akun @emilsalim2010, mantan menteri Orde Baru itu mencuit: ”Selagi masyarakat ramai mendiskusikan ’keganjilan ujian kebangsaan bagi calon aparatur sipil negara di lingkungan KPK’, sangat menarik bahwa tokoh pemerintah dan partai politik membungkam diri, seakan-akan membenarkan ungkapan: berdiam diri berarti bersepakat?”

Cuitan itu ramai. Pesan Emil Salim menarik, mengapa semua diam melihat langkah pemimpin KPK Komisaris Jenderal Firli Bahuri membebastugaskan 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat sebagai aparatur sipil negara. Dalam bahasa awam, status 75 pegawai itu digantung. Mereka tidak diberi pekerjaan. Mungkin harapannya, mereka tidak kerasan dan memilih mundur dari KPK.

Editor:
Antonius Ponco Anggoro
Bagikan