Pemidanaan
Putusan Hakim Jangan Hanya Kedepankan Kepastian Hukum
Pasca-majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta jatuhkan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan ke Suharjito, yang menyuap Menteri KKP Edhy Prabowo, hakim diminta pertimbangkan rasa keadilan.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2Fc8f17d42-37df-4758-bda1-916d6287aba8_jpg.jpg)
Pengusaha yang kini jadi terdakwa pemberi suap ke mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Suharjito, meninggalkan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta, setelah mejalani sidang virtual pada pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (24/3/2021). Suharjito didakwa memberi suap kepada Edhy Prabowo sebesar Rp 2,1 miliar terkait kasus ekspor benur.
JAKARTA, KOMPAS — Putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang mengacu pada perkara korupsi serupa dinilai hanya mengedepankan aspek kepastian hukum. Pakar hukum pidana berpandangan, putusan hakim seharusnya juga memenuhi rasa keadilan. Sebab, karakteristik masing-masing perkara berbeda meski delik pidananya sama.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan penjara kepada Suharjito. Suharjito adalah pengusaha penyuap bekas Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mempercepat pengurusan izin budidaya lobster dan ekspor benih bening lobster (BBL).