Indeks Negara Hukum
Stagnan 5 Tahun, Pemerintah Dinilai Belum Serius
Indeks Negara Hukum Indonesia cenderung stagnan dalam lima tahun terakhir. Untuk menaikkan skor indeks, pemerintah perlu memperbaiki tiga aspek yang dinilai, yaitu aspek antikorupsi, peradilan perdata, dan juga pidana.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2F20200129_ENGLISH-HARUN-MASIKU_C_web_1580305793.jpg)
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (kedua dari kiri), didampingi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kiri), menyaksikan gelar barang bukti sebelum menetapkan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebagai tersangka dalam kasus suap terkait penetapan anggota DPR 2019-2024, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/1/2020). KPK juga menetapkan tersangka lain, yaitu ATF (Agustiani Tio Fridelina), mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, orang kepercayaan WSE. Sebagai pemberi, HAR (Harun Masiku), dan SAE (Saeful) sebagai swasta. Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang bukti berupa uang Rp 400 juta.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai belum serius dalam upaya memperbaiki sistem peradilan, baik pidana maupun perdata, serta dalam upaya pemberantasan korupsi. Ini setidaknya terlihat dari masih rendahnya skor Indeks Negara Hukum 2020 yang dikeluarkan World Justice Project, khususnya di tiga aspek tersebut.
Secara keseluruhan, Indonesia memperoleh skor 0,53 atau naik 0,01 dari skor empat tahun berturut-turut sejak 2015 (0,52). Indonesia berada di peringkat ke-59 dari 128 negara yang disurvei. Indeks menggunakan skala 0-1, makin besar nilai indeks, makin baik kondisinya.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 2 dengan judul "Stagnan 5 Tahun, Pemerintah Dinilai Belum Serius ".
Baca Epaper Kompas