Gus Sholah, NU, dan Persatuan
Gus Sholah dikenang sebagai sosok yang menjadi ”obor” persatuan bangsa. Warga nahdliyin dan bangsa Indonesia kehilangan sosok Gus Sholah yang konsisten memperjuangkan persatuan di tengah keberagaman.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2FSeminar-Nasional-Silang-Pendapat-Makna-Radikalisme_86998797_1580750341.jpg)
KH Salahuddin Wahid, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, saat memberi sambutan dalam Seminar Nasional Silang Pendapat Makna Radikalisme, Sabtu (21/12/2019), di Pondok Pesantren Tebuireng. Gus Sholah berpulang pada Minggu (2/2/2020) malam.
Tulisan opini terakhir KH Salahuddin Wahid di harian Kompas, 27 Januari 2020, cukup banyak disebarkan di media sosial oleh warganet yang berduka atas berpulangnya tokoh nahdliyin yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Sholah ini. Tulisan Gus Sholah yang bertajuk ”Refleksi 94 Tahun NU” itu secara garis besar mengajak Nahdlatul Ulama kembali ke khitah.
”NU sebaiknya tidak terlibat dalam politik praktis dan tetap berada di wilayah masyarakat madani. Sikap istikamah dan konsisten bergiat membuat NU bermartabat dan efektif menjadi jangkar bangsa Indonesia,” tulis Gus Sholah di pengujung artikel tersebut.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 3 dengan judul "Gus Sholah, NU, dan Persatuan".
Baca Epaper Kompas