logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊRekonsiliasi Tidak Abaikan...
Iklan

Rekonsiliasi Tidak Abaikan Proses Hukum

Pemerintah berkomitmen menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui KKR. Pembentukan KKR dipastikan tidak akan mengabaikan pendekatan hukum melalui proses pengadilan. Di samping itu, KKR juga membuka pintu

Oleh
Rini Kustiasih
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/g6cSPP6BgYTrW8sIGtgumPmu5G8=/1024x672/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2Fd8142773-80ff-4252-b809-41264315c8e8_jpg.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi diam Kamisan ke-619 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (23/1/2020). Dalam aksi yang menyuarakan keadilan bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM tersebut juga menegaskan bahwa Tragedi Semanggi I dan Semanggi II merupakan pelanggaran HAM berat yang harus diselesaikan.

JAKARTA, KOMPAS – Belajar dari pengalaman Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau KKR di banyak negara lain, proses yudisial tidak berarti hilang kendati ada komisi tersebut. Bahkan pada beberapa negara, pelaku pelanggaran HAM berat tetap dihukum karena dinilai pernyataannya tidak jujur atau tidak menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, pengalaman Afrika Selatan dalam membentuk KKR adalah contoh yang banyak dirujuk oleh dunia. Dalam pengalamannya, Afsel terkenal karena menggunakan pendekatan nonyudisial, yakni berupa pemberian amnesti setelah ada pengakuan dari pelaku kejahatan HAM dan permintaan maaf dari negara. Namun, selain proses nonyudisial, pada praktiknya Afsel juga menerapkan ancaman hukuman kepada pelaku yang tidak mau mengungkapkan kebenaran atau pun tidak mengutarakan hal itu dengan jujur. Artinya, mekanisme KKR yang baik tidak menghilangkan pintu penuntutan hukum bagi pelaku kejahatan HAM.

Editor:
susanarita
Bagikan