logo Kompas.id
OpiniGelar (-an)
Iklan

Gelar (-an)

Gelar-gelar tak perlu dicari. Sisihkan itu. Relasi pribadi-pribadi bernilai jadi cakrawala nomor satu persaudaraan kita.

Oleh
BS MARDIATMADJA
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/q00zZP4b6Rlc07KhLmvo56qtbR4=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F28%2Ffce224f7-c55a-425c-bde0-04a0d2530768_jpg.jpg

Di awal terbentuknya tradisi penyediaan kursi kehormatan, jarang orang bernafsu mendapat gelar. Sebab, bunyinya hanya sebagai ”bungkusan” tidak begitu menarik. Sebab, di kalangan orang desa, ”gelaran” hanyalah bagian lantai, yang paling dekat dengan 'badan terbawah'. Di sana tanah dilapisi oleh daun kering, yang sesudah dipakai, lalu akan dibuang.

Dalam cara pandang itu, ”gelar” sama sekali tidaklah perlu dicari dan dihausi. Kita tidak ambil pusing, apakah Ki Hadjar Dewantara itu doktor apa tidak; dan Kartini dipuji, walau memakai awalan doktor atau tidak. Itulah sebabnya, dalam budaya tertentu, professeur dikenakan pada ’guru untuk bagian awal lembaga persekolahan’.

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan