logo Kompas.id
OpiniHarmoni Soekarno-Hatta
Iklan

Harmoni Soekarno-Hatta

Tumbuh dalam lingkungan kebudayaan dan karakter berbeda, Soekarno dan Hatta bukan berarti tak punya persamaan.

Oleh
YUDI LATIF
· 1 menit baca
Presiden Soekarno mengunjungi Bung Hatta yang sedang sakit dan dirawat di RSUP pada 12 Juli 1963.
IPPHOS

Presiden Soekarno mengunjungi Bung Hatta yang sedang sakit dan dirawat di RSUP pada 12 Juli 1963.

Laksana sepasang sayap, Soekarno dan Mohammad Hatta itu saling melengkapi yang memerlukan keserempakan gerak dalam keseimbangan. Ketidakberfungsian salah satunya membawa kepincangan pada gerak terbang kebangsaan yang bisa berujung pada kekandasan.

Bukan karena kebetulan keduanya tampil sebagai dua sosok besar dalam sejarah perjuangan bangsa, yang bisa mengatasnamakan bangsa Indonesia. Keduanya hasil seleksi alamiah dari anak-anak peradaban yang mewakili dua arus besar kebudayaan Indonesia dalam pergulatannya membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Yakni, kebudayaan ”Indonesia dalam” yang bercorak pertanian beririgasi yang sangat kuat dipengaruhi Hinduisme dan stimulus peradaban China, serta kebudayaan ”Indonesia luar” yang bercorak perdagangan pesisir yang secara kuat dipengaruhi Islam dan kemudian oleh stimulus pembaratan (Hildred Geertz, 1963). Dapat dikatakan, Bung Karno mewakili arus kebudayaan yang pertama, sedangkan Bung Hatta mewakili yang kedua.

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan