logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊMemilih dengan Hati Nurani
Iklan

Memilih dengan Hati Nurani

Guna melahirkan pemimpin berkualitas lewat pemilu yang sehat, pemilih harus memberdayakan akal budi dan hati nurani.

Oleh
PC SISWANTOKO
Β· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/uqhMYukWsfmXS87fjxkFl0CECds=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F11%2Fbb3f584c-e8d5-40ee-8a90-5fc936d88834_jpg.jpg

Hari pemungutan suara semakin dekat, masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sudah selayaknya berdiskresi agar mandat yang akan diberikan dalam bilik suara tidak jatuh ke tangan orang yang salah. Bangsa ini masih sarat dengan berbagai masalah berat dan rumit, jangan sampai para pemimpin yang terpilih justru menjadi sumber persoalan, memperberat beban bangsa, dan menghambat kemajuan.

Mengambil jarak dari hiruk pikuk kampanye dan masuk dalam ruang batin yang dalam sebelum menentukan pilihan merupakan langkah bijak dan penting. Pemilihan umum (pemilu) bukan hanya ritual politik lima tahunan, melainkan juga tonggak sejarah bangsa sekaligus ujian terhadap kedewasaan dalam hidup berdemokrasi. Oleh karena itu, pemilu bukan adu kekayaan, melainkan gagasan; bukan jualan penampilan, melainkan kemampuan; bukan hanya mengagumi janji-janji, melainkan memilih pribadi-pribadi yang mau berbakti untuk negeri.

Rakyat sebagai subyek demokrasi harus memainkan peran secara cerdas, tepat, dan benar sehingga pemilu yang menelan biaya triliunan rupiah dan telah menguras energi bangsa ini benar-benar bermuara pada semangat dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Baca juga: Pemilu 2024 dan Roh Demokrasi

Pemilih yang bermartabat

Setiap orang, meskipun berbeda agama, kepercayaan, suku, budaya, bahasa, dan golongan, mempunyai martabat yang sama. Martabat manusia yang berupa akal budi, hati nurani, dan kebebasan merupakan anugerah Ilahi dan karena itu siapa pun dan dengan alasan apa pun tidak boleh direndahkan, dicederai, apalagi dirusak. Untuk melahirkan para pemimpin yang berkualitas lewat pemilu yang sehat, para pemilih harus memberdayakan dimensi-dimensi martabat tersebut.

Dengan akal budi, kita akan mampu menilai program-program yang ditawarkan oleh para calon pemimpin itu masuk akal atau tidak, melihat rekam jejak para kandidat dan berimajinasi ketika mereka diberi kekuasaan dan wewenang akan mampu menjadi nakhoda yang baik bagi bangsa yang besar dan beragam ini atau tidak. Negeri ini sangat membutuhkan para pemimpin yang lahir dari para pemilih yang rasional dan bukan emosional, berpola pikir integral dan bukan primordial.

Dengan hati nurani, kita akan dapat melihat secara jernih calon pemimpin mana yang selalu mengedepankan nilai agama, moral, etika, dan budaya, dan mana yang hanya dikendalikan oleh hawa nafsu untuk mendesakkan kepentingan pribadi dan golongannya.

Ketajaman hati nurani juga mampu menilai mana kandidat yang benar-benar tulus dan murni untuk menjadi abdi masyarakat dan mana yang hanya bersandiwara untuk mendulang suara. Apa yang dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga selama kampanye belum tentu benar. Oleh karena itu, kita perlu masuk ke dalam diri kita untuk mendengarkan suara hati.

Iklan

Negeri ini sangat membutuhkan para pemimpin yang lahir dari para pemilih yang rasional dan bukan emosional, berpola pikir integral dan bukan primordial.

Sementara dengan kebebasan, kita menjadi pribadi yang otonom dan merdeka dalam memilih para calon pemimpin. Meskipun ada anjuran, imbauan, tawaran, bahkan tekanan, di bilik suara pilihan politik kita tetap hasil dari keputusan pribadi yang bebas. Hak konstitusi adalah milik kita. Oleh karena itu, siapa pun dan dengan alasan apa pun tidak berhak untuk mengintervensi kita.

Martabat manusia amat luhur dan tak ternilai harganya. Oleh karena itu, martabat diri ini jangan sampai digadaikan dengan lembaran uang serangan fajar, tidak boleh kalah oleh narasi-narasi picisan yang mempropaganda kebencian, adu domba, dan kebohongan, dan harus tetap tegak berdiri di tengah aneka intimidasi. Memilih bukan hanya sekadar mencoblos kertas suara, melainkan juga sebuah aktualisasi diri yang melibatkan pikiran, hati nurani, dan kebebasan yang asasi.

https://cdn-assetd.kompas.id/Uk7rIs2cRQOZWAOEjkUvMNAveIk=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F13%2F4424c2c6-c52b-489c-b1bc-f63ad70e313b_jpg.jpg

Aktualisasi nilai-nilai keindonesiaan

Pemilu menjadi ajang untuk mempraktikkan nilai-nilai keindonesiaan yang selama ini telah menjadi jati diri bangsa, seperti kejujuran, ketulusan, kerukunan, toleransi, keadilan, dan kebersamaan. Untuk itulah, sudah selayaknya kita membersihkan diri dari motivasi untuk mendapatkan keuntungan materi dari pemilu ini agar kita dapat melihat kepentingan serta kebutuhan bangsa ini yang jauh lebih besar. Kita buang jauh-jauh sampah kebencian agar kita dapat melihat kebaikan-kebaikan dalam diri para calon pemimpin yang sedang berkontestasi.

Kesuksesan pesta demokrasi ini selain ditentukan oleh para pemilih yang cerdas dan bijak, juga oleh peran penyelenggara dan pengawas yang bertugas memastikan bahwa pemilu berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Mereka harus bekerja secara profesional, memegang teguh kode etik, menaati aturan main, menjaga netralitas, dan tahan terhadap berbagai tawaran serta tekanan yang berpotensi merusak nilai-nilai demokrasi

Peran serta semua pihak secara bertanggung jawab sangatlah penting karena pemilu juga momentum untuk membangun budaya berpolitik yang lebih sehat. Politik sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bersama harus dipegang dan digerakkan oleh pribadi-pribadi yang tepat dan lahir dari proses yang benar.

Politik dalam dirinya sendiri adalah baik dan mulia, tetapi dalam realitas selalu tampak kotor dan jahat karena orang-orang yang ada di dalamnya sering mencederai martabatnya yang mulia dengan perilaku serta tindakan-tindakan yang tidak terpuji.

Baca juga: Pemilu Berbudaya

Oleh karena itu, dalam pesan Sidang Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada November 2023, para waligereja secara tegas mendorong umat untuk terlibat aktif dalam pemilu dan semua pihak turut mewujudkan pemilu yang damai. ”Kami mendorong umat terlibat aktif untuk melahirkan para pemimpin baru yang memegang teguh Pancasila dan UUD 1945, menghormati kebinekaan, memiliki integritas, mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan; mempunyai keberpihakan kepada kaum kecil-lemah-miskin-tersingkir-difabel, memiliki rekam jejak yang terpuji, menjunjung tinggi martabat manusia dan menjaga keutuhan alam ciptaan. Kami meminta para calon eksekutif dan legislatif serta penyelenggara pemilu dan TNI-Polri untuk bersatu mewujudkan pemilu yang damai, jujur, adil, transparan, berkualitas dan bermartabat.”

Pemilu yang sehat akan melahirkan para pemimpin idaman rakyat, memunculkan kegembiraan dan sukacita bagi seluruh elemen bangsa, meminimalkan residu-residu politik seperti perpecahan, konflik, permusuhan, dan kekerasan yang sering berkepanjangan. Kita ingin agar pemilu selalu menjadi sumber refleksi untuk memajukan demokrasi dan mampu meninggalkan jejak-jejak peradaban politik yang bermartabat.

PC Siswantoko, Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan