25 Tahun Wafat YB Mangunwijaya
Indonesia yang Antifasis
Kita harus mencapai suatu Republik Indonesia yang sungguh-sungguh merdeka dari segala bentuk fasisme.
Artikel yang ditulis YB Mangunwijaya (almarhum) dan diterbitkan Kompas pada edisi 16 Juli 1998 ini kami terbitkan kembali untuk mengenang YB Mangunwijaya yang meninggal 25 tahun lalu, pada 10 Februari 1999. (Redaksi)
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F09%2F15%2Fe82adc20-24ed-42ad-803f-d50fc49e91fc_jpg.jpg)
Mural yang menyuarakan tentang menolak lupa terhadap cita-cita reformasi, seperti penegakan hukum dan kesejahteraan yang adil di Tomang, Jakarta, 15 September 2019.
Reformasi total yang dicanangkan selaku agenda pasca-Soeharto seperti lazimnya akan dan sudah ditafsir macam-macam. Praktis tergantung sekali pada pribadi atau kelompok yang berkepentingan. Dengan skala gradasi dari ekstrem yang sungguh ingin reformasi total yang total betul, dan ekstrem lain yang ”total”-tetapi-tetap-seperti-dulu. Maka bertanyalah esai ini: siapakah yang beruntung dan karenanya dari kodratnya suka pada Orde Baru? Dan tentu saja sebaliknya, siapa yang dirugikan dan dengan sendirinya ingin Orba diakhiri saja untuk membangun Indonesia Serba Baru? Jawabannya sangat mudah ditemukan, meski belum tuntas dan belum cukup untuk memberi jalan keluar ke Indonesia-Serba-Baru itu.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 4 dengan judul "Indonesia yang Antifasis".
Baca Epaper Kompas