logo Kompas.id
OpiniMenjaga ”Kompas” Tetap sebagai...
Iklan

Menjaga ”Kompas” Tetap sebagai Kompas

Seberapa jauh kontribusi pers dalam mendorong pemilu jadi lebih bermutu dan mencerahkan bisa terwujud?

Oleh
Bestian Nainggolan, Anggota Ombudsman ”Kompas”
· 4 menit baca
Mural foto-foto presiden RI tergambar di kawasan Cibuluh, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (6/8/2022). Pemerintah bersama DPR, DKPP, KPU, dan Bawaslu memutuskan bahwa Pemilu Presiden-Wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, dan DPRD akan diselenggarakan serentak pada 14 Februari 2024.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Mural foto-foto presiden RI tergambar di kawasan Cibuluh, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (6/8/2022). Pemerintah bersama DPR, DKPP, KPU, dan Bawaslu memutuskan bahwa Pemilu Presiden-Wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, dan DPRD akan diselenggarakan serentak pada 14 Februari 2024.

Pertanyaan evaluatif terhadap peran pers, khususnya Kompas, dibahas kembali dalam Forum Ombudsman Kompas, Jumat, 19 Januari 2024. Pada 2023, setidaknya dua kali Ombudsman Kompas membahas persoalan pemilu yang bersinggungan dengan praktik jurnalistik dan etik Kompas.

Pada pertemuan kali ini, menyoal kembali peran Kompas dalam pemilu menjadi makin signifikan. Betapa tidak, kurang dari sebulan jelang pencoblosan 14 Februari 2024, luapan informasi pemilu dalam kemasan beragam platform media kian tak terbendung. Pesan-pesan politik yang berupaya memengaruhi sikap politik individu mendominasi pemberitaan. Dalam situasi yang serba reaktif ini, kualitas dan nilai kebenaran informasi menjadi absurd.

Di tengah kondisi sosial politik yang makin problematik, tak jarang informasi menjadi sumber dan material pertentangan. Publikasi hasil survei opini publik yang belakangan ini makin gencar, misalnya, kerap menjadi sumber konflik di tengah kian menyengatnya persaingan.

Sementara pada level publik, khususnya simpatisan dan pendukung politik, informasi hasil survei yang sejatinya menjadi indikator terhadap kondisi saat survei lebih banyak dipandang dan dimanfaatkan sebagai upaya pelegitimasian ataupun pendelegitimasian sosok politik. Pertentangan dan potensi keterpilahan kian menganga.

Baca juga: Survei Charta Politika: Elektabilitas Ganjar ”Rebound”, Anies Meningkat, Prabowo Stagnan

Gratis Pemilu 2024
PANDU LAZUARDY PATRIARI

Gratis Pemilu 2024

Baca juga: Kampanye Terbuka Dimulai, Ganjar-Mahfud Hadirkan ”Hajatan Rakyat”

Di tengah sengitnya persaingan, yang kadang lebih banyak berujung pada pertentangan itu, posisi dan peran ideal media dalam mengawal jalannya Pemilu 2024 itu menjadi tidak mudah.

Dalam menjalankan peran sosialnya pada pemilu kali ini, Kompas telah sedemikian rupa berupaya membentengi segenap kreasi jurnalistiknya dengan seperangkat acuan nilai-nilai yang selama ini dimiliki. Menjadikan Pemilu 2024 berkualitas dan mencerahkan, misalnya, menjadi bagian dari misi yang diusung.

Komitmen editorial dalam menjadikan Pemilu 2024 ”berkualitas”, tak terlepas dari peran pers dalam memenuhi hak publik untuk tahu. Begitu pula peran mengembangkan pendapat umum, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, sebagai garda pengawasan dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran, yang terwujud melalui penyajian informasi yang dinilai tepat, akurat, dan benar. Semua ini sejalan dengan tuntutan profesionalitas pers sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Di sisi lain, komitmen editorial dalam menyajikan bobot informasi pemilu yang ”mencerahkan” terkait dengan tanggung jawab sosial pers yang selama ini terwariskan dari para founding fathers. Produk jurnalistik yang mencerahkan ini menjadi nilai pembeda, yang dihasilkan dari pengelolaan fakta obyektif dengan sentuhan subyektivitas nilai-nilai Kompas. Dalam momen pemilu, semua kreasi jurnalistik yang menampilkan sisi inspiratif ini dipraktikkan semata-mata dalam upaya membangkitkan harapan semangat baru keindonesiaan yang lebih baik, tanpa melupakan kalangan yang kerap terpinggirkan.

Iklan

Cerminan produk jurnalistik pemilu yang berkualitas dan mencerahkan ini terpublikasikan dalam ruang-ruang pemberitaan, baik dalam format Harian Kompas, e-paper, hingga onlineKompas.id. Dalam pesta demokrasi pemilu, segenap relevansi dari idealisasi peran Kompas ini dipertaruhkan.

Baca juga: Dihuni 14 Persen Pemilih, Tiga Capres 2024 Mati-matian Bertempur di Jateng

Monitor hitung mundur pelaksanaan pemilu terpasang di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Jumat (27/1/2023). Pada 14 Februari 2024, Indonesia akan menggelar pemilihan presiden-wakil presiden dan pemilu legislatif.
KOMPAS/HENDRA AGUS SETYAWAN

Monitor hitung mundur pelaksanaan pemilu terpasang di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Jumat (27/1/2023). Pada 14 Februari 2024, Indonesia akan menggelar pemilihan presiden-wakil presiden dan pemilu legislatif.

Ombudsman Kompas menilai, selama ini tim editorial telah berupaya memberi beragam kreasi jurnalistik pemilu yang bersandar pada nilai-nilai profesionalitas pers. Upaya menampilkan beragam artikel yang dirangkai dari hasil investigasi, survei, opini, hingga analisis pemilu komprehensif menjadi nilai lebih.

Begitu pula pencermatan terhadap kebijakan editorial yang tertulis pada Tajuk Rencana. Sejauh ini, dengan kekhasan perspektif dan gaya penuangannya, editorial Kompas tetap kritis di tengah situasi politik dan praktik kekuasaan yang kian problematik.

Hanya saja, upaya menyajikan kreasi jurnalistik yang berkualitas, tidak sepenuhnya diterima setiap kalangan. Konsepsi dasar kualitas jurnalistik yang berkait dengan obyektivitas dan proporsionalitas pemberitaan, misalnya, dalam pemilu tidak selalu sama dipandang setiap pihak. Apa yang menjadi rujukan editorial dan yang diwujudkan dalam segenap kreasi jurnalistiknya, dapat saja diinterpretasikan berbeda dalam benak pembaca. Terlebih bagi para peserta pemilu, yang lebih berorientasi pada kepentingan pemenangan dirinya.

Tidak mengherankan jika beragam sorotan bernada protes ataupun sikap penolakan yang diutarakan sebagian kalangan terkait artikel survei, investigasi, analisis, ataupun pada bentuk-bentuk kreasi jurnalistik Kompas lainnya. Pemandangan semacam ini, dalam catatan Ombudsman Kompas menjadi peristiwa rutin lima tahunan, yang terjadi pada setiap penyelenggaraan pemilu.

Bagi Ombudsman Kompas, sekalipun sorotan publik hingga gugatan tersampaikan dan dalam banyak hal dirasakan perlu pula dilakukan perbaikan, guna menjadikan pemilu yang berkualitas, tidak sedikit pun tertoleransikan langkah mundur ataupun mengendurkan sikap kekritisan yang selama ini dipraktikkan.

Baca juga: Ganjar: Komitmen Menghadirkan Pemerintahan Bersih dan Melayani

Baca juga: Gus Muhaimin: Mewujudkan Keadilan Politik dan Kesejahteraan Hidup

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan sambutan saat peluncuran tahapan Pemilu 2024 di Komisi Pemilihan Umum, Selasa (24/6/2022). Acara jini uga dihadiri Ketua DPR Puan Maharani dan perwakilan partai politik peserta pemilu.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan sambutan saat peluncuran tahapan Pemilu 2024 di Komisi Pemilihan Umum, Selasa (24/6/2022). Acara jini uga dihadiri Ketua DPR Puan Maharani dan perwakilan partai politik peserta pemilu.

Namun, di samping tetap menjaga kekritisan, sejumlah catatan yang terangkum dalam forum Ombudsman kali ini pun patut menjadi pijakan editorial dalam menggagas kreasi jurnalistik yang mencerahkan.

Berdasarkan kajian terhadap 394 artikel pemberitaan pemilu yang diterbitkan dalam kurun waktu sebulan terakhir, misalnya, masih terbilang minim dijumpai artikel yang bermuatan nilai ataupun pesan pemilu yang mencerahkan. Sebaliknya, yang terjadi, tidak kurang dari 86,3 persen kreasi jurnalistik yang terpublikasikan cenderung terpaku pada beragam peristiwa pemilu yang mempertontonkan persaingan di antara peserta pemilu.

Dalam kondisi demikian, substansi pemilu mencerahkan, yang sejatinya terwujud dalam keragaman penyajian informasi dan gagasan yang membangkitkan harapan semangat baru keindonesiaan yang lebih baik, tampak tenggelam dalam dominasi pemberitaan bermuatan konflik dan persaingan politik.

Itulah mengapa di tengah sengitnya persaingan dan pertentangan yang terbangun di antara peserta pemilu dan masyarakat, Ombudsman berharap, semakin banyak lagi terpublikasikan pesan-pesan mencerahkan yang mampu memandu masyarakat dalam ajang pesta demokrasi pemilu kali ini. Bukankah selayaknya Kompas tetap menjadi kompas bagi pembacanya?

Editor:
ADI PRINANTYO
Bagikan