Menyusuri Visi-Misi Pariwisata Para Capres-Cawapres
Para capres memiliki visi pariwisata berkelanjutan. Tantangannya, pengelolaannya harus multisektor dan multidimensi.
Berakhirnya tahun 2023 merupakan momentum penting bagi industri pariwisata dunia, bukan sebatas penanda kebangkitan pascapandemi, tetapi juga pertanda evaluatif serta reflektif bagi arah pariwisata yang lebih berkualitas dan berkelanjutan.
Dari catatan Sekretaris Jenderal Organisasi Pariwisata Dunia (United Nations World Tourism Organization/UNWTO) Zurab Pololikashvili, saat ini pariwisata sudah pulih 90 persen apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019 saat pandemi Covid-19 belum menerpa dunia. Diperkirakan juga ada 975 juta pergerakan wisatawan internasional selama periode Januari-September 2023, bahkan besaran pendapatan pariwisata internasional telah mencapai 1,4 triliun dollar AS, yang berarti setara 93 persen capaian pendapatan pada 2019.
Tentu saja capaian pemulihan tersebut bervariasi pada tiap-tiap kawasan wisata dunia. Timur Tengah menjadi kawasan yang mengalami pemulihan paling cepat, bahkan tingkat kunjungan wisatawannya pun sudah 20 persen lebih tinggi dibandingkan saat prapandemi. Diikuti kemudian oleh kawasan Eropa, Afrika, dan Amerika yang rata-rata telah pulih 90 persen. Sementara kawasan Asia-Pasifik mengalami proses pemulihan paling lambat di angka kuantitatif 62 persen.
Baca juga : Mendorong Industri Pariwisata di Jalur Pemulihan
Faktor pendorong pemulihan pada tiap-tiap kawasan tersebut memang berbeda-beda. Kawasan Timur Tengah, misalnya, cenderung pulih lebih cepat karena memberikan fasilitas visa, pengembangan, dan pembukaan investasi untuk berbagai destinasi baru hingga menjadi tuan rumah bagi berbagai gelaran besar berskala dunia. Sementara pemulihan di Eropa cenderung didorong oleh tingginya arus permintaan wisata dari intrakawasan dan Amerika Serikat.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan catatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), hingga Oktober 2023, jumlah wisatawan mancanegara hampir mencapai 9,5 juta kunjungan, sedangkan pergerakan wisatawan nusantara tercatat 688,78 juta perjalanan. Sumbangan ekonomi dari sektor pariwisata per September 2023 telah mencapai 10,46 miliar dollar AS dari segi devisa dan 3,83 persen dari sisi kontribusi PDB.
Capaian angka-angka tahun 2023 itu juga melanjutkan tren positif Indonesia, setelah naik 12 peringkat menjadi ranking ke-32 dalam Global Tourism Index pada 2021, mengungguli Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina sebagai negara tetangga di satu kawasan.
Menariknya lagi, khusus bagi Indonesia, tahun 2024 juga menjadi masa peralihan kepemimpinan nasional. Karena itu, pertanyaan mendasar mengenai arah kebijakan strategis pariwisata para kandidat juga menjadi sangat penting karena berbagai tren positif yang ditunjukkan oleh angka-angka pada tingkat global dan nasional itu bukannya tanpa catatan evaluatif dan reflektif.
Terdapat berbagai pemberitaan seputar penumpukan wisatawan di musim-musim liburan di berbagai destinasi wisata utama, munculnya gesekan perilaku antara wisatawan dan masyarakat lokal, hingga ramainya perselisihan yang diakibatkan oleh tidak hadirnya pelayanan prima dari oknum pekerja pariwisata di Indonesia masih menjadi momok yang terus menghantui. Belum lagi apabila dikaitkan dengan pemerataan pengembangan destinasi, perubahan tren perjalanan wisata, hingga ketersediaan lapangan kerja bagi sumber daya manusia (SDM) pariwisata berkualitas.
Jadi, apakah setiap kandidat akan benar-benar bisa mendorong pariwisata Indonesia menjadi lebih berkualitas dan berkelanjutan? Atau, malah akan terjebak pada arus pariwisata massal yang akan mengakibatkan overtourism dan kegagalan pemerataan?
Hingga Oktober 2023, jumlah wisatawan mancanegara hampir mencapai 9,5 juta kunjungan, sedangkan pergerakan wisatawan nusantara tercatat 688,78 juta perjalanan.
Harapan berkelanjutan
Dari pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang mengusung visi ”Indonesia Adil Makmur untuk Semua”, arah pengembangan pariwisata setidaknya tertuang dalam tiga bagian, yaitu misi 2, misi 7, dan agenda strategis 8 sayap kemajuan. Dalam misi 2 terdapat subbagian khusus pada poin 14 yang diberi judul ”Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Kreatif”.
Pada poin 14 itu dipaparkan bahwa pariwisata atau turisme merupakan bagian integral dari strategi merawat budaya dan menjaga lingkungan hidup, meskipun yang utama tetap dikatakan bahwa pariwisata dan ekonomi kreatif merupakan salah satu motor ekonomi dan sumber penerimaan negara. Optimalisasi kolaborasi antarsektor, diversifikasi tujuan dan jenis wisata, penguatan kualitas SDM, serta pelibatan komunitas lokal juga disinggung dalam poin tersebut.
Terakhir, selain pembagian fungsi atau arah pengembangan destinasi pariwisata di tiap-tiap kawasan yang dibagi dengan istilah ”8 sayap kemajuan”, terdapat juga uraian menarik pada misi 7 poin 3 mengenai penciptaan pariwisata inklusif sebagai bagian dari strategi soft power Indonesia dalam konteks politik-keamanan global.
Baca juga : Peringkat untuk Pariwisata Indonesia
Berikutnya, bagi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang mencanangkan visi ”Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045”, sektor pariwisata diletakkan sebagai bagian dari program kerja di Asta Cita 3. Pada Asta Cita 3 diuraikan bahwa keberlanjutan dan inklusivitas dalam pertumbuhan ekonomi haruslah ditunjang oleh pemenuhan kebutuhan pokok dan penyediaan pekerjaan yang layak.
Pariwisata dianggap bagian dari penciptaan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang dalam proses revitalisasi dan penguatannya akan melibatkan peran KUD (koperasi unit desa), pasar rakyat, dan penguatan kelembagaan masyarakat. Sementara pada tingkat nasional, akan dilakukan penguatan pada BUMN dan swasta nasional yang harapannya dapat sekaligus menjembatani dan memperbaiki manajemen promosi pariwisata Indonesia.
Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang merumuskan visi ”Menuju Indonesia Unggul: Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari”, sektor pariwisata hadir pada misi 3 terkait pembangunan ekonomi berdikari dan misi 6 mengenai perwujudan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Pada misi 3 yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi berdikari, salah satu upayanya adalah mendorong pembangunan pariwisata yang terintegrasi, berkualitas, berbasis masyarakat lokal, dan berkelanjutan.
Catatan menariknya ialah terdapat upaya untuk pelipatgandaan destinasi pariwisata superprioritas dan perluasan promosi destinasi wisata demi menyasar target kunjungan 30 juta wisatawan mancanegara pada 2029. Lalu, pada misi 6 akan dilakukan akselerasi pariwisata bahari sebagai bagian dari percepatan pertumbuhan ekonomi biru di Indonesia.
Multisektor dan multidimensi
Dari visi-misi semua kandidat yang menyentuh langsung sektor pariwisata di atas, sebenarnya ketiga pasangan calon presiden-calon wakil presiden memiliki semangat yang sama terkait pariwisata berkelanjutan. Setidaknya ketiganya menyentuh kata kunci utama dari pariwisata berkelanjutan, yaitu preservasi lingkungan hidup yang berdampingan langsung dengan penguatan kondisi sosial budaya masyarakat pada saat melakukan pengembangan dan pengelolaan aktivitas pariwisata di suatu destinasi.
Maka, tantangannya ialah pengelolaan sektor pariwisata yang harus multisektor dan multidimensi. Hal ini karena di dalam suatu ekosistem kepariwisataan banyak sekali pihak yang harus diorkestrasi dan dikoordinasi.
Dalam hal penyediaan SDM berkualitas dan pelayanan prima dibutuhkan koordinasi dari sektor pendidikan dan industri untuk menyamakan persepsi seputar standar kompetensi yang dibutuhkan. Dari segi peningkatan dan pemerataan kunjungan wisatawan, terdapat keterkaitan antara regulasi mengenai mobilitas wisatawan, penyediaan sarana-prasarana, hingga aksesibilitas beserta fasilitas transportasi yang tentu mesti melibatkan kerja sama pusat dan daerah. Begitu pula, segi penguatan basis produksi yang berbasis inovasi digital ataupun kreasi tradisi pada kenyataannya berkelindan langsung dengan beragam komunitas masyarakat dan membutuhkan dukungan dari lembaga-lembaga pendanaan.
Baca juga : Keberlanjutan Pariwisata dan Pariwisata Berkelanjutan
Pada akhirnya, betul bahwa sektor pariwisata yang hari ini mampu membuka lapangan kerja bagi 22 juta orang tersebut telah menjadi motor penggerak ekonomi dan bahkan dapat didorong menjadi alat diplomasi untuk menyuarakan perdamaian dunia hingga menjadi solusi bagi perubahan iklim. Namun, masih ada tantangan kritis yang harus dihadapi oleh para calon pemimpin nasional Indonesia tersebut.
Tantangan kritis tersebut adalah menyamakan persepsi dan derap langkah dari semua sektor yang berkepentingan mengenai konsep inovasi, inklusi, dan regenerasi. Ini penting agar tidak terjebak pada sebatas keberhasilan angka-angka kuantitatif, tetapi juga mencipta kualitas pariwisata yang lebih merata, berkelanjutan, dan berkeadilan.
Fitra Sujawoto, Pengajar Politeknik Pariwisata NHI Bandung