Debat Capres-Cawapres
Debat sebenarnya bertujuan agar para pemilih bisa melihat karakter capres dan cawapres, mengukur kemampuan mereka.
Debat calon presiden dan calon wakil presiden di Indonesia sudah diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum sejak pemilu secara langsung pertama kali dilangsungkan pada 2004.
Pada acara debat 2004, 2009, 2014, dan 2019 lebih banyak hal umum yang menjadi topik pembahasan. Peserta memberikan penjelasan secara normatif. Moderator tidak diperbolehkan mengelaborasi/mengomentari pernyataan calon. Maka, ada kalanya, topik dan penjelasan tak searah.
Menurut sejumlah studi, debat capres-cawapres umumnya tak banyak berpengaruh pada keputusan para pemilih, terutama pemilih yang sudah mempunyai patron.
Di Filipina, pada pilpres 2022, Ferdinand Marcos Jr (Bongbong) berulang kali menolak berdebat secara terbuka dengan para pesaingnya di berbagai kesempatan. Bahkan, dalam acara resmi yang diadakan komisi pemilihan umum. Namun, yang terjadi? Tak ada yang bisa menahan laju Bongbong untuk terpilih menjadi presiden.
Debat sebenarnya bertujuan agar para pemilih bisa melihat karakter capres dan cawapres, mengukur kemampuan mereka dalam membuat analisis, merumuskan pikiran serta strategi dalam memecahkan masalah-masalah besar. Bukan sekadar panggung mengobral janji, seperti pertunjukan tanpa makna.
Debat capres seperti di Amerika Serikat adalah debat yang sesungguhnya. Ada baiknya KPU menjadikannya sebagai acuan. Dalam debat ini, berbagai topik penting dan strategis dibahas secara terbuka.
Pada Pilpres 2024 di Indonesia, debat pertama capres dan debat pertama cawapres tidak berbeda dengan debat-debat sebelumnya. Barangkali debat berikutnya perlu dikemas lebih baik agar tidak membosankan; para calon bisa menggaet pemilih yang saat ini masih bimbang dan belum menentukan pilihan.
Perumahan Pesona Khayangan, Depok
Bahasa Jurnal
Bahasa Indonesia sekarang sudah menjadi satu di antara sepuluh bahasa resmi dalam Sidang Umum (SU) UNESCO. Tentulah yang dimaksudkan ialah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar (BIBB). Di ISO/UNESCO, bahasa-bahasa yang seperti BIBB itu disebut linguistically proper.
Pengakuan UNESCO tersebut harus memacu media massa (cetak dan elektronik) kita untuk memperbaiki bahasanya sehingga kian menjadi BIBB.
Ragam akademik dan ragam teknis-ilmiah dari BIBB juga harus dibina dan dikembangkan terus. BRIN serta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu bekerja sama dan bekerja keras agar kelak BIBB ragam teknis/ilmiah menjadi bahasa jurnal ilmiah internasional.
Klaseman, Salatiga