logo Kompas.id
OpiniDebat ”Adu Kekuatan”
Iklan

Debat ”Adu Kekuatan”

Rakyat sangat menunggu debat berkualitas adu gagasan dari para calon presiden, bukan seperti yang dipertontonkan kemarin.

Oleh
BUDI SARTONO SOETIARDJO
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/4OdsTs0LdUx1V3iZDNtUwRJAQDE=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F12%2F20524329-2dd1-47b8-bed5-62059ac26d09_jpg.jpg

Ketiga calon presiden mengangkat tangan bersama seusai mengikuti debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Debat pertama para calon presiden, Selasa, 12 Desember 2023, usai sudah. Debat seru yang belum substansial karena terkesan hanya menjadi ajang saling serang, saling menelanjangi. Sungguh disayangkan dan kurang elok.

Rakyat sebetulnya sangat menunggu debat berkualitas adu gagasan dari para capres, bukan seperti yang dipertontonkan kemarin. Ada beberapa hal menarik yang menjadi catatan penting di sini, yakni masih minimnya gagasan tulen, genuine, dari para capres.

Narasi debat para capres masih berkutat pada isu ”masa lalu”, bukan, atau belum, berbicara tentang isu ”masa depan”. Gagasan-gagasan besar yang semestinya menjadi senjata cerdas para capres untuk menarik simpati rakyat mendulang elektabilitas sebanyak-banyaknya.

Debat pertama masih bernuansa nostalgia politik, antara yang pro dan kontra/oposisi terhadap pemerintahan Joko Widodo. Masalah demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) memang sangat seksi bagi semua capres sehingga menjadi bola panas debat.

Hasil survei Litbang Kompas belum lama ini menyebutkan, masih ada 28,7 persen massa mengambang (undecided dan swing voters), yang belum menentukan pilihan, dan ini bisa menjadi ”madu” dan ”racun” bagi para capres apabila tidak berhati-hati dalam bernarasi, bersikap, dan bertindak.

Dalam debat-debat berikutnya nanti, rakyat berharap para pasangan capres-cawapres mempertontonkan kualitasnya sebagai sosok yang sangat pantas untuk memimpin republik ini dalam lima tahun ke depan. Bukan tontonan debat yang hanya mengedepankan adu kekuatan yang cenderung saling menjatuhkan.

Para capres mendatang harus visioner, berdebat dengan cerdas dan tuntas, bukan seperti yang kita lihat pada debat pertama beberapa waktu lalu.

Budi Sartono Soetiardjo

Graha Bukit Raya, Bandung Barat

Buku Profil Daerah Kabupaten/Kota

Iklan

Penerbit Buku Kompas pernah menerbitkan Buku Profil Daerah, Kabupaten dan Kota Jilid 1-5, antara tahun 2003 dan 2005. Pemekaran daerah, kabupaten, dan kota berkembang pesat dalam jangka waktu 2006 sampai 2023 dengan jumlah 38 provinsi.

Banyak perkembangan yang terjadi di sektor ekonomi, sosial, dan budaya di tiap-tiap daerah. Saya berharap Penerbit Buku Kompas dapat menerbitkan buku profil daerah, kabupaten, dan kota dengan perkembangan terbaru.

Vita Priyambada

Sumbersari, Malang

Judi Daring Rugikan Masyarakat

Harian Kompas, 14 Desember 2023, memberitakan hasil investigasi mendalam mengenai judi daring yang ternyata sebagian besar dikendalikan oleh warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Kamboja. Pemerintah Kamboja sendiri mengharamkan judi, tetapi membuka peluang usaha bagi warga asing untuk membuka usaha ini.

Dari 73.000 WNI yang bekerja di Kamboja, sekitar 50 persen atau 36.500 orang bekerja di sektor perjudian (Kompas, 14/12/2023).

Hal ini tentu ironis sekali karena sasaran konsumen kegiatan haram ini adalah warga Indonesia. Jadi, para pengusaha judi ini bekerja dari Kamboja, tetapi mengeruk penghasilan dari masyarakat Indonesia. Dan yang terjebak judi daring ini sebanyak 2,1 juta adalah warga miskin, yang mengalirkan ratusan triliun uangnya ke negara tetangga (Kompas.com, 13/10/2023).

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga menyebutkan, terhitung sejak 2017-2022 ada 156 juta transaksi senilai Rp 190 triliun yang dianalisis dari 887 jaringan bandar judi daring. Sungguh mengerikan dampak kerugiannya.

Dampak kenaikan upah minimum provinsi 2024 tak terasa apa-apa jika judi daring terus marak di masyarakat.

Dengan berbekal dari data investigasi Kompas ini dan data dari Kedutaan Besar Kamboja, saya kira pemerintah bisa bertindak secara hukum.

Tentu perlu kehendak yang kuat antara legislatif dan eksekutif untuk membuatkan payung hukum sehingga petugas di lapangan tidak ragu untuk bertindak tegas.

Kalau pimpinan nasional berkomitmen kuat, saya yakin kita akan bisa menyelesaikan persoalan ini.

Alusius Heru Tricahyanto

Jalan Veteran, Wonosari, Gunungkidul, DIY

Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN
Bagikan