Menolak ”Rebranding” dalam Pemilu
Selain berpotensi membohongi pemilih, ”rebranding" dalam politik menunjukkan ketidakmauan berkompetisi di wilayah gagasan, konsep, dan ideologi.
Dalam dunia pemasaran, branding ataupun rebranding merupakan hal lumrah, bahkan menjadi semacam kewajiban. Pada banyak kasus, hal yang dikonsumsi oleh konsumen bukan lagi produk fisik berupa barang atau jasa, melainkan yang dikonsumsi adalah citra, imaji, atau brand yang sengaja dilekatkan produsen pada produk tersebut. Oleh karena itu, ketika suatu produk gagal atau tidak diterima konsumen, salah satu upaya untuk memperbaiki daya jualnya adalah dengan rebranding, mengubah citra, atau menyusun ulang penampilan.
Dari perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No 8 Tahun 1999), legalitas branding atau pencitraan yang demikian berada di wilayah abu-abu. Secara umum, pencitraan melalui iklan bukan merupakan pelanggaran hukum selama masih ”dalam batas kewajaran”, tidak manipulatif, dan disertai informasi mengenai produk secara lengkap dan jujur. Namun, batas-batas antara iklan yang wajar dan iklan yang manipulatif sulit dibuktikan secara hukum meskipun sebenarnya mudah dirasakan.