logo Kompas.id
OpiniBapak: Sastra dan Kekuasaan
Iklan

Bapak: Sastra dan Kekuasaan

Pada 2023, kita diingatkan lagi masalah ”bapak” dalam politik. Kita ingin menilik masa lalu saja. Semaoen menjadi pengisah. Ia merekam zaman dengan memberi pendapat-pendapat memicu debat.

Oleh
BANDUNG MAWARDI
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/RKU832mqSTx49zr36Xx3rW0JkHg=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F01%2F2d325278-085d-4cd0-ae01-876b93f44607_jpg.jpg

Pada 1920, ”bapak” dalam politik ditulis oleh Semaoen. Ia masih muda, tapi bergairah membesarkan partai politik dan mengisahkan dalam Hikajat Kadiroen. Sosok melek politik. Ia mengerti politik berselera tradisional dan modern. Semaoen paham feodalisme dan kolonialisme. Tulisan-tulisan dibuat untuk memberi sikap saat agenda-agenda perlawanan makin membesar. Kita mengingat babak seru melawan kolonialisme dan kapitalisme dalam arus kiri di Indonesia.

Pada 2023, kita diingatkan lagi masalah ”bapak” dalam politik. Kita ingin menilik masa lalu saja. Semaoen menjadi pengisah. Ia merekam zaman dengan memberi pendapat-pendapat memicu debat. Sejak lama, kita terbiasa memahami ”bapak” dalam politik atau ”bapakisme” melalui Soekarno dan Soeharto. Kini, kita mundur jauh untuk mengetahui ”bapak” dalam Hikajat Kadiroen.

Editor:
BUDI SUWARNA
Bagikan