logo Kompas.id
Opini”Lelampah” Politik
Iklan

Catatan Politik dan Hukum

”Lelampah” Politik

Politik akan lebih punya arti dan makna saat kekuasaan yang didapat didedikasikan untuk kepentingan publik dan republik untuk melunasi janji kemerdekaan, janji yang tertera dalam pembukaan UUD 1945.

Oleh
BUDIMAN TANUREDJO
· 1 menit baca
Budiman Tanuredjo.
SALOMO

Budiman Tanuredjo.

Kata ”lelampah” saya petik dari tema pameran lukisan Putu Sutawijaya di Bentara Budaya Jakarta. Pameran masih berlangsung hingga 29 September 2023. Saya gabungkan menjadi ”Lelampah Politik”, terinspirasi pidato pembukaan pameran dari Inayah Wahid. Putri bungsu Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid ini mengatakan, lelampah dalam bahasa Jawa melampah atau perjalanan (dalam bahasa Indonesia) menuju Pemilu 2024 adalah bukan hanya laku politik, melainkan laku spiritual.

Bentara Budaya Jakarta, Kamis (14/9/2023) malam itu, cukup ramai. Canda khas Yogya amat terasa. Meski bukan acara politik, celotehan politik mutakhir tidak terhindarkan. Sejumlah seniman dan aktivis yang punya kedekatan dengan Yogyakarta atau masih tinggal di Yogyakarta hadir, antara lain Butet Kartaredjasa, aktivis/intelektual Hamid Basyaib, cerpenis Agus Noor, Bambang Heras, Staf Khusus Presiden Sukardi Rinakit, dan pembawa acara Ampun Sutrisno yang mengawal acara di Bentara Budaya Jakarta.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 2 dengan judul "”Lelampah” Politik ".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Memuat data...
Memuat data...