logo Kompas.id
OpiniRenungan Seni
Iklan

Renungan Seni

Mengapa klasifikasi seniman “nasional” lama harus dibatasi pada pejuang? Kenapa seorang seniman, seperti Gusti Nyoman Lempad, sulit dipandang sebagai maestro “nasional” dan tetap dicap “tradisional”?

Oleh
JEAN COUTEAU
· 1 menit baca
Jean Couteau, Penulis Udar Rasa
HERYUNANTO

Jean Couteau, Penulis Udar Rasa

Dalam beberapa minggu lagi, Negara RI akan berumur 78 tahun. Belum begitu tua untuk suatu bangsa, tetapi umur itu sudah memberikan jarak penilaian dalam beberapa hal. Salah satunya adalah seni rupa.

Dengan waktu yang sudah berlalu ini, faktor tren pada stilistik seni rupa dan juga faktor spekulasi, tak lagi begitu memengaruhi penilaian kita. Maka, kini sudah terlihat nama beberapa pelukis yang mutu karyanya sudah teruji oleh waktu: Raden Saleh dengan simbolisme Jawa yang diselubungi tampilan akademik Barat; Affandi, dengan kuas liar egonya; Hendra Gunawan dengan poetika sosial berwarna-warninya; Srihadi Sudarsono, yang dialektika Kawulo-Gustinya disampaikan melalui nuansa warna tak terhingga; bahkan Soedjojono dalam tampilan jiwa nasionalisnya. Itulah daftar maestro Indonesia yang kini diakui umum.

Editor:
BUDI SUWARNA
Bagikan