OTT, ”Ote-ote”, dan Proses Interaksi
Ketika KPK mengumumkan orang-orang yang terkena OTT, dengan kondisi tangan diborgol dan dikenakan rompi khusus, orang itu sebenarnya sedang ”ote-ote” atau ”bertelanjang dada” di depan umum dan ditonton siapa pun.
”Pakaian menyembunyikan banyak keindahan, namun tak mampu menutupi keburukan …. ...dan apabila yang tak suci telah tiada lagi, maka apalah rasa malu, selain dari sebuah noda pencemaran budi?” (Kahlil Gibran, Sang Nabi, 1981)
Semakin sering Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT), semakin nyaring dan keras warga masyarakat bertanya, ”Siapa lagi menunggu gilirannya?” Dalam pertanyaan itu terkandung pertanyaan lainnya, seperti: ”Mengapa banyak orang (pejabat?) tidak belajar dan tidak jera melihat OTT yang sudah-sudah?” Bahkan, ada pertanyaan lain yang lebih menggores rasa malu: ”Bukankah rompi dan borgol yang (akan) dikenakannya itu sebuah penelanjangan dan penyemaran diri di depan umum?”