Tajuk Rencana
Ajak Para Pihak Atasi Tengkes
Mengatasi ”stunting” atau tengkes ternyata tak semudah menetapkan target di atas kertas. Meski secara nasional prevalensi turun, banyak kelompok perlu diwaspadai.
![Anak balita di Desa Tesabela, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang tumbuh sehat berkat konsumsi kelor, seperti pada September 2022. Jumlah anak balita dengan tengkes berkurang.](https://assetd.kompas.id/G87xG_JfLHvfwdh-M2KryFWlkkM=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F17%2F9e9deb93-86f9-4913-b551-b9c485c28b7c_jpg.jpg)
Anak balita di Desa Tesabela, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang tumbuh sehat berkat konsumsi kelor, seperti pada September 2022. Jumlah anak balita dengan tengkes berkurang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan tengkes sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada bayi hingga anak usia balita akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi. Ini ditandai dengan tinggi badan di bawah standar.
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Target jangka pendek perpres adalah menurunkan prevalensi tengkes 3 persen per tahun agar mencapai 14 persen pada 2024. Sementara target jangka panjang membebaskan anak usia balita dari tengkes pada 2030.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 6 dengan judul "Ajak Para Pihak Atasi Tengkes".
Baca Epaper Kompas