”Trivia, Trivium, Trifle”
Diserap ke dalam bahasa Indonesia, arti ”trivia” praktis tak berubah, sebagai hal sepele. Namun, di balik ”kesepelean”-nya, ”trivia” hakikatnya suatu pengetahuan tentang manusia juga.
Perbincangan tentang kata trivia ini meletik oleh kritik Mochtar Pabottingi terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo terkait tipe pemimpin bakal penggantinya kelak. Menurut Presiden, siapa yang ”berambut putih” dan ”berwajah keriput” dialah pemimpin yang sungguh-sungguh memikirkan nasib rakyat. Pernyataan itulah yang dinilai periset (eks) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tersebut sebagai trivia—hal sepele dan tidak substantif (disiarkan Satu Meja, Kompas TV, 30/11/2022).
Etimologi trivia, sebelum menyebar ke pelbagai bahasa di dunia, ialah trivium—khazanah Latin Baru yang dibentuk dari prefiks tri- (three) dan nomina via, berarti ’simpang jalan’; crossroad dalam kosakata Inggris. Dari sini lahir adjektiva trivial yang berarti ’tersua di mana-mana’; atau ’biasa-biasa saja’; nominanya ialah trivia. Dari takrif yang membayangkan situasi ”berceceran” dan ”tak istimewa” itulah, trivia dalam Inggris lalu diartikan ’unimportant matters’ dan ’facts (as about people or events) that are not well-known’ (Kamus Merriam-Webster daring).