Perubahan Pendidikan Perempuan
Pendidikan perempuan memang telah meningkat, tetapi belum sepenuhnya mendorong percepatan emansipasi perempuan. Karena itu, kurikulum pendidikan pada berbagai tingkatan harus diubah agar tidak bias jender.
Saat usia Kartini menginjak 12 tahun, tahun 1881, dan telah menyelesaikan ELS (Europeesche Lagere School, Sekolah Dasar Belanda), dia memohon kepada ayahnya, waktu itu Bupati Jepara, agar diizinkan pergi ke Semarang untuk meneruskan sekolah. ”Ia berlutut di hadapan Ayahnya… ia menanti jawaban Ayahnya… dan perlahan-lahan tetapi pasti keluar dari mulutnya: ’tidak!’ (Lihat, Kartini, Surat-Surat kepada Ny R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1987, halaman 14).
Pupuslah keinginan Kartini untuk melanjutkan sekolah. ”Ia merasa masih kanak-kanak sekali dan ia memang masih anak juga, tetapi adat menggolongkannya tanpa ampun sebagai orang dewasa… Dia yang tidak pernah berjalan, tetapi selalu melonjak-lonjak seperti anak kuda lincah di padang rumput; sekarang harus tenang… Permata bagi gadis Jawa ialah diam, tak bergerak, seperti boneka kayu” (halaman 15-16).