Menolak Warisan Pembelahan 2019
Menjelang Pemilu 2024 ini diperlukan langkah taktis dan strategis untuk meredam berbagai riak ketegangan yang bisa mengarah pada praktik pembelahan, seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya. Perlu peran masyarakat sipil.
Dalam buku Democracies Divided: The Global Challenge of Political Polarization (2019), Warburton yang menyumbang tulisan tentang ”Polarization and Democratic Decline in Indonesia” menjelaskan terjadinya peningkatan praktik pembelahan (polarization) di Indonesia sejak tahun 2014, 2017, dan mencapai eskalasinya yang sangat mendalam di tahun 2019. Salah satu pemicu praktik pembelahan adalah penggunaan identitas agama oleh para kontestan yang berlaga dalam pemilihan umum (pemilu), baik di level nasional maupun daerah.
Masih segar dalam ingatan kita dua tagline ”kampret dan cebong” yang digunakan oleh para kontestan untuk mendiskreditkan antar-pendukung menjadi sebuah repertoar peyorifikasi yang kerap menghiasi berbagai dinding maya dan ruang publik. Meskipun secara normatif, narasi-narasi bercorak peyoratif lebih banyak diproduksi dan diprofilerasi oleh para tim suksesnya. Namun, disadari atau tidak, setiap kontestan menjadi bagian penting yang turut terlibat dalam memanasnya suhu persaingan yang nyaris mematikan akal sehat.