logo Kompas.id
OpiniDebat Klasik Posisi Wakil...
Iklan

Debat Klasik Posisi Wakil Menteri

Pengisian posisi wakil menteri menjadi sumber perdebatan klasik yang tidak pernah mencapai kata resolusi dan konklusi selama satu dekade ini. Posisi ini harusnya opsional sesuai dengan beban kebutuhan, bukan politis.

Oleh
WASISTO RAHARJO JATI
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/_NHAvgpp_sX2uUDgpJ4Cp6_Z61o=/1024x1147/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2022%2F01%2F20220113-OPINI-Debat-Klasik-Posisi-Wakil-Menteri-B_1642085961.jpg
Kompas

Supriyanto

Polemik pengisian posisi wakil menteri bukanlah hal yang baru terjadi dalam konstelasi politik terkini. Hal tersebut telah menjadi sumber perdebatan klasik yang tidak pernah mencapai kata resolusi dan konklusi selama satu dekade ini. Pengisian posisi wakil menteri paska reformasi sudah dimulai semenjak Presiden SBY berkuasa hingga periode Presiden Jokowi sekarang ini.

Adapun dasar hukum atas penunjukkan wakil menteri adalah mengacu pada Pasal 9  Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dimana poin utamanya adalah pengangkatan wakil menteri karena adanya “kebutuhan khusus” dalam tugas pokok dan fungsi kementerian yang bersangkutan. Maka, pemaknaan frasa “kebutuhan khusus” inilah kemudian menjadi sumber debat utama tentang kebutuhan wakil menteri tersebut. Ketiadaan penjelasan detail mengenai makna “kebutuhan khusus” itulah yang pada akhirnya membuat pengangkatan posisi wakil menteri ini lebih kental nuansa akomodasi kekuasaan daripada beban kebutuhan kementerian bersangkutan.

Editor:
Yovita Arika
Bagikan